Standar Kompetensi Apoteker Indonesia (SKAI) Tahun 2022

GudangIlmuFarmasi – Standar Kompetensi Apoteker Indonesia (SKAI) Tahun 2022 disusun dengan maksud sebagai pedoman bagi Apoteker dalam melaksanakan praktik kefarmasian yang terukur, terstandar dan berkualitas di fasilitas produksi, distribusi, dan pelayanan kefarmasian.

Keputusan Menteri Kesehatan nomor HK.01.07/MENKES/13/2023 tentang Standar Profesi Kesehatan pada 6 Januari 2023 telah dikeluarkan, sehinggabisa dijadikan acuan untuk mempersiapkan perubahan kurikulum Program Studi Profesi Apoteker dan Sarjana Farmasi sesuai SKAI 2022.

Loader Loading…
EAD Logo Taking too long?

Reload Reload document
| Open Open in new tab

Download [905.82 KB]

Daftar Isi

BAB I Pendahuluan

Latar belakang

Salah satu tantangan pembangunan kesehatan dalam mewujudkan derajat kesehatan yang optimal sebagai salah satu unsur kesejahteraan, sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah berbagai masalah kesehatan yang belum sepenuhnya dapat diatasi. Saat ini kita masih menghadapi beberapa isu serius diantaranya penyakit infeksi yang belum sepenuhnya dapat dikendalikan sehingga prevalensinya masih tinggi diantaranya sekitar 2,6 juta (1,68%) ibu hamil positif hepatitis B, tuberkulosis 351.936 kasus, Demam Berdarah Dengue (DBD) 108.303 kasus. Beberapa penyakit infeksi masih menunjukkan tren yang meningkat diantaranya kasus suspek pneumonia pada balita meningkat dari 10% di tahun 2010 menjadi 34,8% di tahun 2020.

Di sisi lain penyakit tidak menular (degeneratif) semakin meningkat dan kompleks. Data tahun 2020 menunjukkan prevalensi pengidap Diabetes Mellitus (DM) meningkat 6,2% (lebih dari 10,8 juta penduduk mengidap DM) dan sekitar 35,23% penduduk diperkirakan menderita hipertensi. Masalah lain adalah potensi kembalinya penyakit yang sebelumnya telah terkendali (infeksi re-emerging) terlihat dari Kejadian Luar Biasa (KLB) hepatistis A yang masih terjadi setiap tahun dan adanya diare endemis masih berpotensi KLB. Adanya Covid 19 yang sampai saat ini masih berstatus pandemik menambah berat masalah kesehatan yang kita hadapi (Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2020).

Penatalaksanaan berbagai penyakit tersebut membutuhkan sediaan farmasi dan alat kesehatan dalam jumlah dan jenis yang cukup, baik untuk diagnostik, mengatasi penyebab penyakit, upaya pencegahan, maupun untuk mengendalikan faktor risiko agar tidak meningkat ke komplikasi. Data dari Badan Pengawas Obat dan Makanan tahun 2021 menunjukkan peningkatan ketersediaan obat-obatan dan alat kesehatan. Selama tahun 2016-2021 sebanyak 21.577 produk obat, 15.005 produk obat tradisional, dan 219.077 produk kosmetik memperoleh izin edar. Dalam 3 bulan terakhir tahun 2021 ada 961 produk obat, 1.065 produk obat tradisional, dan 23.537 produk kosmetik, dan 6.638 alat kesehatan yang memperoleh izin edar.

Peningkatan jumlah dan jenis sediaan farmasi dan alat kesehatan tersebut sejalan dengan peningkatan jumlah dan jenis fasilitas kefarmasian, baik fasilitas produksi, distribusi, dan pelayanan kefarmasian. Jumlah rumah sakit di Indonesia dari tahun 2016-2020 meningkat sebesar 12,86%. Pada tahun 2020 terdapat 2985 rumah sakit, 10.203 puskesmas, 4.095 sarana produksi, dan 45.775 sarana distribusi kefarmasian, termasuk 30.199 apotek (Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2020).

Peningkatan kebutuhan sediaan farmasi dan alat kesehatan serta perkembangan fasilitas pelayanan kefarmasian meningkatkan kebutuhan tenaga kesehatan, khususnya apoteker yang memiliki kewenangan untuk melakukan praktik kefarmasian yaitu pembuatan, termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional (pasal 108 Undang-undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan).

Baca :  Sistematika Standar Kompetensi Apoteker Indonesia Tahun 2022

Di sisi lain pesatnya perkembangan teknologi informasi meningkatkan kemampuan penerima pelayanan kefarmasian untuk memperoleh berbagai informasi yang mendorong perubahan gaya hidup dan persepsi penerima pelayanan kefarmasian tentang obat-obatan dan sediaan farmasi lainnya. Perkembangan ini mendorong penerima pelayanan kefarmasian untuk melakukan pengobatan mandiri (swamedikasi). Peningkatan ketersediaan media komunikasi informasi ini memberikan keleluasaan akses informasi tanpa batas para penerima pelayanan kefarmasian, termasuk keleluasaan untuk mendapatkan obat. Namun informasi maupun produk yang diterima oleh penerima pelayanan kefarmasian tidak selalu akurat dan berkuatitas sehingga pengobatan yang dilakukan kurang tepat. Agar tepat guna serta terjaga keamanannya, upaya pengobatan mandiri yang dilakukan oleh penerima pelayanan kefarmasian perlu pendampingan dari apoteker.

Ketersediaan apoteker saat ini dapat dilihat dalam data Komite Farmasi Nasional. Pada tahun 2021 terdapat 7.360 apoteker baru yang lulus dari pendidikan, total apoteker yang memiliki Surat Tanda Registrasi (STRA) sebanyak 95.384 tersebar di berbagai bidang praktik kefarmasian. Data sebaran apoteker di tahun 2020 menunjukkan 13.221 apoteker berada di rumah sakit (memenuhi 96,65% dari kebutuhan minimal untuk rawat inap), apoteker di puskesmas baru sekitar 58,12% dari kebutuhan minimal, dan baru 30% puskesmas yang telah memiliki apoteker (Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2020). Saat ini rasio apoteker terhadap penduduk di Indonesia baru mencapai 0,68 per 2.000 penduduk, masih di bawah standar World Health Organization (WHO) (1: 2.000).

Kebutuhan apoteker ini seharusnya bisa dipenuhi oleh pendidikan farmasi di Indonesia. Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan farmasi di Indonesia adalah sampai akhir tahun 2021 baru 52 dari 213 institusi yang memiliki prodi S1 Farmasi terakreditasi Lembaga Akreditasi Mandiri Pendidikan Tinggi Kesehatan (LAM-PTKes) yang mampu menyelenggarakan pendidikan profesi apoteker. Kondisi ini menyebabkan variasi mutu pada penerimaan calon mahasiswa pendidikan profesi apoteker yang berdampak pada variasi mutu lulusan.

Meningkatnya kebutuhan pelayanan kefarmasian, luasnya lingkup praktik profesi apoteker, variasi mutu lulusan pendidikan profesi apoteker, serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kefarmasian menegaskan perlunya standar kompetensi yang memuat batasan minimal pengetahuan, keterampilan, sikap dan perilaku yang harus dikuasai oleh seorang apoteker. Penetapan standar kompetensi ini diharapkan menjadi pendorong bagi perguruan tinggi untuk meningkatkan mutu pendidikan agar lulusan yang dihasilkan mampu memenuhi kebutuhan masyarakat.

Dasar Hukum

Microsoft Word – Rev 1_Naskah Final_Standkom Apoteker (14 Juni 2022).docx

  1. Undang-Undang RI Nomor 36 Tahun 2009, tentang Kesehatan.
  2. Undang-Undang RI nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.
  3. Undang-Undang RI Nomor 36 tahun 2014, tentang Tenaga Kesehatan.
  4. Peraturan Pemerintah No. 72 tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi Dan Alat Kesehatan
  5. Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian
  6. Peraturan Presiden Nomor 8 tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI).
  7. Peraturan Presiden Nomor 90 tahun 2017 tentang Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia.
  8. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1176/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Industri Kosmetik
  9. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 006 Tahun 2012 tentang Industri Dan Usaha Obat Tradisional
  1. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 16 Tahun 2013 tentang Industri Farmasi
  2. PeraturanMenteriKesehatanNomor03tahun2015tentangPeredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, Dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika, Dan Prekursor Farmasi
  3. Peraturan Menteri Kesehatan No. 1148 tahun 2011 tentang Perizinan PBF yang telah diubah melalui Peraturan Menteri Kesehatan No. 34 Tahun 2014 dan Peraturan Menteri Kesehatan No. 30 tahun 2016
  4. Peraturan Menteri Kesehatan No. 889/MENKES/PER/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktek, Dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian yang telah diubah melalui Peraturan Menteri Kesehatan No. 31 Tahun 2016
  5. Peraturan Menteri Kesehatan No. 72 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit
  6. Peraturan Menteri Kesehatan No. 73 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek
  7. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 74 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 26 tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 74 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas
  8. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 11 tahun 2017, tentang Keselamatan Penerima pelayanan kefarmasian
  9. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 14 Tahun 2021 tentang Standar Kegiatan dan Produk pada Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Sektor Kesehatan
  10. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 34 Tahun 2021 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Klinik
  11. PeraturanMenteriKesehatanNomor5Tahun2022tentangOrganisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan
Baca :  Rancangan Regulasi Pelayanan Kefarmasian secara Elektronik (e-Farmasi) di Indonesia

Maksud dan Tujuan

Maksud

1. Sebagai pedoman bagi Apoteker dalam melaksanakan praktik kefarmasian yang terukur, terstandar dan berkualitas di fasilitas produksi, distribusi, dan pelayanan kefarmasian
2. Tersusunnya Standar Kompetensi Apoteker sebagai bagian dari Standar Profesi Apoteker.

Tujuan

  1. Sebagai referensi dalam penyusunan kewenangan Apoteker untuk menjalankan praktik di fasilitas produksi, distribusi, dan pelayanan kefarmasian
  2. Sebagai referensi dalam penyusunan kurikulum pendidikan profesi apoteker.
  3. Sebagai referensi dalam penyelenggaraan program pengembangan keprofesian berkelanjutan Apoteker.

Manfaat

  1. Bagi Apoteker
    Sebagai pedoman bagi apoteker dalam melaksanakan praktik kefarmasian, alat untuk mengukur kemampuan diri, serta pendorong untuk terus melakukan upaya peningkatan diri (life-long learner).
  2. Bagi Institusi Pendidikan
    Sebagai acuan dalam penyusunan kurikulum dan pengembangan pengajaran, mendorong konsistensi dalam menyelenggarakan pendidikan, serta penetapan kriteria pengujian dan instrumen/alat ukur pengujian.
  3. Bagi Pemerintah/Pengguna
    Sebagai acuan dalam perencanaan pegawai, rekrutmen dan seleksi pegawai, pengangkatan/penempatan dalam jabatan, penilaian kinerja, remunerasi/insentif dan disinsentif, serta kebutuhan pendidikan dan pelatihan dalam memenuhi peningkatan/pengembangan kompetensi Apoteker.
  4. Bagi Organisasi Profesi
    Sebagai acuan dalam pengaturan keanggotaan, tata kelola organisasi, pelaksanaan program pengembangan keprofesian berkelanjutan, serta penilaian kompetensi Apoteker lulusan luar negeri.
  5. Bagi Masyarakat
    Tersedianya acuan untuk mendapatkan karakteristik Apoteker yang dapat memenuhi kebutuhan praktik kefarmasian.

Daftar Istilah

  1. Apoteker adalah lulusan program studi pendidikan profesi apoteker dan telah mengucapkan sumpah apoteker sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  2. Praktik kefarmasian adalah pembuatan dan pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian sediaan famasi dan alat kesehatan, pelayanan farmasi klinis, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat, obat tradisional, dan kosmetik.
  3. Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada penerima pelayanan kefarmasian yang berkaitan dengan Sediaan Farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan penerima pelayanan kefarmasian.
  4. Sediaan Farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional, kosmetika, suplemen kesehatan dan obat kuasi.
  5. Alat Kesehatan adalah instrumen, apparatus, mesin dan/atau implant, termasuk Bahan Medis Habis Pakai (BMHP) yang tidak mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat orang sakit, memulihkan kesehatan pada manusia, dan/atau membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh.
  6. Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif, maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat.
  7. Fasilitas Kefarmasian adalah sarana dan/atau tempat melaksanakan praktik kefarmasian yang terdiri atas fasilitas produksi, fasilitas distribusi atau penyaluran, dan fasilitas pelayanan kefarmasian.
  8. Fasilitas Produksi adalah sarana dan/atau tempat melaksanakan praktik kefarmasian dalam bidang pembuatan dan/atau produksi termasuk pengembangan obat, obat tradisional, kosmetik, dan bahan baku.
  9. Fasilitas Distribusi atau Penyaluran adalah sarana dan/atau tempat melaksanakan praktik kefarmasian dalam bidang distribusi atau penyaluran sediaan farmasi dan alat kesehatan.
  1. Fasilitas Pelayanan Kefarmasian adalah sarana dan/atau tempat melaksanakan praktik kefarmasian di apotek, instalasi farmasi rumah sakit, puskesmas, klinik, toko obat, atau sejenisnya.
  2. Penerima Pelayanan Kefarmasian adalah setiaporang yang melakukan konsultasi tentang kefarmasian untuk memperoleh pelayanan kefarmasian yang diperlukan, baik secara langsung maupun tidak langsung kepada Apoteker.
  3. Organisasi profesi Apoteker yang selanjutnya disebut organisasi profesi adalah wadah untuk berhimpun Apoteker.
  4. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.
Baca :  Area, Komponen, dan Penjabaran Standar Kompetensi Apoteker Indonesia Tahun 2022

BAB 2 Sistematika Standar Kompetensi

BAB 3 Standar Kompetensi

BAB 4 Daftar Pokok Bahasan, Masalah dan Keterampilan

BAB 5 Penutup

Standar Kompetensi Apoteker ini diharapkan dapat menjadi acuan dan landasan bagi Apoteker dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya dalam memberikan pelayanan kefarmasian yang terstandar di semua fasilitas kefarmasian. Selain hal tersebut di atas, standar ini dapat digunakan sebagai acuan dalam merancang dan melaksanakan program pendidikan profesi apoteker di Indonesia. Agar penyelenggaraan pelayanan dan pendidikan profesi apoteker di Indonesia dapat berjalan sesuai standar maka diperlukan adanya persamaaan persepsi dan pemahaman terhadap standar kompetensi ini.

Agar pemanfaatan Standar Kompetensi Apoteker ini dapat terlaksana dengan baik diperlukan dukungan kebijakan dari berbagai pihak, baik dalam sosialisasi, implementasi, monitoring dan evaluasi di setiap fasilitas kefarmasian serta institusi penyelenggara pendidikan profesi apoteker.

About farset

Situs http://gudangilmu.farmasetika.com/ merupakan sebuah website tutorial yang berisi “Gudang Ilmu Farmasi” atau kumpulan tulisan maupun data (database) dan fakta terkait kefarmasian yang dikategorikan kedalam pengetahuan yang cenderung tidak berubah dengan perkembangan zaman.

Check Also

Standar Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) 2024

GudangIlmuFarmasi – PERATURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 7 TAHUN 2024TENTANG STANDAR CARA PEMBUATAN …