apoteker

Buku Acuan Wajib Bagi Apoteker dalam Pelayanan Kefarmasian Untuk Terapi Antibiotik

GudangIlmuFarmasi – Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian bekerja sama dengan Akademisi dan Praktisi Pelayanan Kefarmasian telah menyusun Pedoman Pelayanan Kefarmasian Untuk Terapi Antibiotik pada tahun 2017.

Pedoman ini tersusun atas kerja sama antara berbagai pihak meliputi Akademisi, Praktisi serta Staf Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian sehingga diharapkan Pedoman yang tersusun dapat diaplikasikan pada pelayanan kefarmasian di fasilitas kesehatan.

Sejalan dengan program World Health Organization/WHO, Indonesia sebagai bagian dari komunitas dunia berkomitmen untuk mengamankan antibiotik untuk generasi selanjutnya. Pertumbuhan resistensi dan multipel resistensi mikroba terhadap antibiotik berdampak pada meningkatnya morbiditas, mortalitas dan biaya kesehatan.

Sebagai bagian dari pelayanan kesehatan, pelayanan kefarmasian turut berkontribusi dalam usaha menghambat resistensi. Disamping itu pemilihan antibiotik yang tidak tepat, kesalahan penggunaan merupakan komponen utama yang memicu penggunaan antibiotik yang tidak rasional.

Pelayanan Kefarmasian yang dilakukan oleh Apoteker terkait terapi Antibiotik, dalam mewujudkan terapi antibiotik yang bijak dan pencegahan resistensi, hendaknya dilakukan secara bertanggung jawab sehingga kualitas hidup pasien meningkat.

Untuk dapat meningkatkan kualitas pelayanan kefarmasian, Apoteker perlu meningkatkan ketrampilan, sikap dan pengetahuan secara berkesinambungan sejalan dengan perkembangan terkini. Dengan disusunnya pedoman ini, diharapkan dapat menjadi acuan bagi apoteker dalam memberikan pelayanan kefarmasian termasuk monitoring penggunaan antibiotik, memberikan informasi dan edukasi kepada pasien, tenaga kesehatan dan masyarakat.

Daftar Isi

Latar Belakang

Penyakit infeksi di Indonesia masih termasuk dalam sepuluh penyakit terbanyak. Peresepan antibiotik di Indonesia yang cukup tinggi dan kurang bijak akan meningkatkan kejadian resistensi. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa telah muncul mikroba yang resisten antara lain Methicillin Resistant Staphylococcus aureus (MRSA), resistensi multi obat pada penyakit tuberkulosis (MDR TB) dan lain-lain.

Baca :  Sejarah Regulasi FDA Untuk Hindari Resistensi Antibiotik pada Hewan Hingga Kini

Dampak resistensi terhadap antibiotik adalah meningkatnya morbiditas, mortalitas dan biaya kesehatan. Di rumah sakit, penggunaan antibiotik yang tidak perlu atau berlebihan mendorong berkembangnya resistensi dan multipel resisten terhadap bakteri tertentu yang akan menyebar melalui infeksi silang. Terdapat hubungan antara penggunaan (atau kesalahan penggunaan)antibiotikdengantimbulnyaresistensibakteripenyebab infeksi nosokomial.

Resistensi tidak dapat dihilangkan, tetapi dapat diperlambat melalui penggunaan antibiotik yang bijak. Hal tersebut membutuhkan kebijakan dan program pengendalian antibiotik yang efektif. Komite Farmasi dan Terapi (KFT), Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit (KPPI-RS), Tim Program Pengendalian Resistensi Antimikroba (PPRA) merupakan kepanitiaan di rumah sakit yang berperan dalam menetapkan kebijakan penggunaan antibiotik, pencegahan dan penyebaran bakteri yang resisten serta pengendalian resistensi bakteri terhadap antibiotik. Pada setiap kepanitiaan tersebut, apoteker berperan penting dalam meningkatkan penggunaan antibiotik yang bijak.

Penggunaan antibiotik yang terkendali dapat mencegah munculnya resistensi antimikroba dan menghemat penggunaan antibiotik yang pada akhirnya akan mengurangi beban biaya perawatan pasien, mempersingkat lama perawatan, penghematan bagi rumah sakit serta meningkatkan kualitas pelayanan rumah sakit. Selain itu, penggunaan antibiotik yang tidak tepat oleh pasien meliputi: ketidak patuhan pada regimen terapi dan swamedikasi antibiotik dapat memicu terjadinya resistensi.

Dalam hal ini Apoteker diharapkan dapat berperan aktif dalam memberikan informasi, konseling dan edukasi kepada pasien secara individual ataupun kepada masyarakat secara umum. Mengingat luasnya peranan Apoteker dalam terapi antibiotik yang bijak dan pengendalian resistensi maka dibutuhkan pedoman pelayanan kefarmasian terkait antibiotik.

Pedoman ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi Apoteker dalam memberikan pelayanan kepada pasien dengan penyakit infeksi, memberikan informasi dan edukasi kepada pasien, petugas kesehatan dan masyarakat.

Tujuan

Tersedianya panduan bagi Apoteker dalam melaksanakan pelayanan kefarmasian pada terapi antibiotik di Rumah Sakit.

Baca :  Pedoman CPOB di Sarana Pengolahan Produk Berbasis Sel dan Jaringan Manusia

Sasaran

a. Apoteker yang memberikan pelayanan kefarmasian terkait dengan penggunaan antibiotik

b. Apoteker yang berperan aktif sebagai bagian dari tim pelayanan kesehatan di Rumah Sakit.

Selengkapnya

About Nasrul Wathoni

Nasrul Wathoni, Ph.D., Apt. Pada tahun 2004 lulus sebagai Sarjana Farmasi dari Universitas Padjadjaran. Gelar profesi apoteker didapat dari Universitas Padjadjaran dan Master Farmasetika dari Institut Teknologi Bandung. Gelar Ph.D. di bidang Farmasetika diperoleh dari Kumamoto University pada tahun 2017. Saat ini bekerja sebagai dosen dan peneliti di Departemen Farmasetika, Farmasi Unpad.

Check Also

Susunan Konsil Kesehatan Indonesia 2024-2028

GudangIlmuFarmasi – Berikut adalah susunan pengurus konsil kesehatan indonesia masa bakti 2024-2028 sesuai amanat Undang–Undang Republik …