Revisi Protokol Tatalaksana COVID‐19 Juli 2021

GudangIlmuFarmasi – 5 Organisasi Profesi: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI), Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI), Perhimpunan Dokter Anestesiologi dan Terapi Intensif Indonesia (PERDATIN), Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) merilis rekomendasi perubahan revisi protokol tatalaksana COVID-19 kepada Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan
Kementerian Kesehatan RI (14 Juli 2021).

Daftar Isi

A. TATALAKSANA PASIEN TERKONFIRMASI COVID-19

  1. PEMERIKSAAN PCR SWAB
    • Pengambilan swab di hari ke-1 dan 2 untuk penegakan diagnosis. Bila pemeriksaan di hari pertama sudah positif, tidak perlu lagi pemeriksaan di hari kedua, Apabila pemeriksaan di hari pertama negatif, maka diperlukan pemeriksaan di hari berikutnya (hari kedua).
    • Pada pasien yang dirawat inap, pemeriksaan PCR dilakukan sebanyak tiga kali selama perawatan.
    • Untuk kasus tanpa gejala, ringan, dan sedang tidak perlu dilakukan pemeriksaan PCR untuk follow-up. Pemeriksaan follow-up hanya dilakukan pada pasien yang berat dan kritis.
    • Untuk PCR follow-up pada kasus berat dan kritis, dapat dilakukan setelah sepuluh hari dari pengambilan swab yang positif.
    • Bila diperlukan, pemeriksaan PCR tambahan dapat dilakukan dengan disesuaikan kondisi kasus sesuai pertimbangan DPJP dan kapasitas di fasilitas kesehatan masing-masing.
    • Untuk kasus berat dan kritis, bila setelah klinis membaik, bebas demam selama tiga hari namun pada follow-up PCR menunjukkan hasil yang positif, kemungkinan terjadi kondisi positif persisten yang disebabkan oleh terdeteksinya fragmen atau partikel virus yang sudah tidak aktif. Pertimbangkan nilai Cycle Threshold (CT) value untuk menilai infeksius atau tidaknya dengan berdiskusi antara DPJP dan laboratorium pemeriksa PCR karena nilai cutt off berbeda-beda sesuai dengan reagen dan alat yang digunakan.

Tabel 1. Jadwal Pengambilan Swab Untuk Pemeriksaan RT-PCR

  1. TANPA GEJALA
    a. Isolasi dan Pemantauan
     Isolasi mandiri di rumah selama 10 hari sejak pengambilan spesimen diagnosis konfirmasi, baik isolasi mandiri di rumah maupun di fasilitas publik yang dipersiapkan pemerintah.
     Pasien dipantau melalui telepon oleh petugas Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP)
     Kontrol di FKTP terdekat setelah 10 hari karantina untuk pemantauan klinis
    b. Non-farmakologis
    Berikan edukasi terkait tindakan yang perlu dikerjakan (leaflet untuk dibawa ke rumah):
     Pasien :
  • Selalu menggunakan masker jika keluar kamar dan saat berinteraksi dengan anggota keluarga
  • Cuci tangan dengan air mengalir dan sabun atau hand sanitizer sesering mungkin.
  • Jaga jarak dengan keluarga (physical distancing)
  • Upayakan kamar tidur sendiri / terpisah
  • Menerapkan etika batuk (Diajarkan oleh tenaga medis)
  • Alat makan-minum segera dicuci dengan air/sabun
  • Berjemur matahari minimal sekitar 10-15 menit setiap harinya (sebelum jam 9 pagi dan setelah jam 3 sore).
  • Pakaian yg telah dipakai sebaiknya dimasukkan dalam kantong plastik / wadah tertutup yang terpisah dengan
    pakaian kotor keluarga yang lainnya sebelum dicuci dan segera dimasukkan mesin cuci
  • Ukur dan catat suhu tubuh 2 kali sehari (pagi dan malam hari)
  • Segera beri informasi ke petugas pemantau/FKTP atau keluarga jika terjadi peningkatan suhu tubuh > 38oC
     Lingkungan/kamar:
  • Perhatikan ventilasi, cahaya dan udara
  • Membuka jendela kamar secara berkala
  • Bila memungkinkan menggunakan APD saat membersihkan kamar (setidaknya masker, dan bila memungkinkan sarung tangan dan goggle).
  • Cuci tangan dengan air mengalir dan sabun atau hand sanitizer sesering mungkin.
  • Bersihkan kamar setiap hari, bisa dengan air sabun atau bahan desinfektan lainnya
Baca :  Tips Cara Membuang Obat yang Sudah Tidak Digunakan dengan Benar dan Aman

 Keluarga:

  • Bagi anggota keluarga yang berkontak erat dengan pasien sebaiknya memeriksakan diri ke FKTP/Rumah Sakit.
  • Anggota keluarga senanitasa pakai masker
  • Jaga jarak minimal 1 meter dari pasien
  • Senantiasa mencuci tangan
  • Jangan sentuh daerah wajah kalau tidak yakin tangan bersih
  • Ingat senantiasa membuka jendela rumah agar sirkulasi udara tertukar
  • Bersihkan sesering mungkin daerah yg mungkin tersentuh pasien misalnya gagang pintu dll
    c. Farmakologi
     Bila terdapat penyakit penyerta / komorbid, dianjurkan untuk tetap melanjutkan pengobatan yang rutin dikonsumsi.Apabila pasien rutin meminum terapi obat antihipertensi dengan golongan obat ACE-inhibitor dan Angiotensin Reseptor Blocker perlu berkonsultasi ke Dokter Spesialis Penyakit Dalam atau Dokter Spesialis Jantung
     Vitamin C, dengan pilihan ;
  • Tablet Vitamin C non acidic 500 mg/6-8 jam oral (untuk 14 hari)
  • Tablet isap vitamin C 500 mg/12 jam oral (selama 30 hari)
  • Multivitamin yang mengandung vitamin C 1-2 tablet /24 jam (selama 30 hari),
  • Dianjurkan multivitamin yang mengandung vitamin C,B, E, Zink
     Vitamin D
  • Suplemen: 400 IU-1000 IU/hari (tersedia dalam bentuk tablet, kapsul, tablet effervescent, tablet kunyah, tablet
    hisap, kapsul lunak, serbuk, sirup)
  • Obat: 1000-5000 IU/hari (tersedia dalam bentuk tablet 1000 IU dan tablet kunyah 5000 IU)
     Obat-obatan suportif baik tradisional (Fitofarmaka) maupun Obat Modern Asli Indonesia (OMAI) yang teregistrasi di BPOM dapat dipertimbangkan untuk diberikan namun dengan tetap memperhatikan perkembangan kondisi klinis pasien.
     Obat-obatan yang memiliki sifat antioksidan dapat diberikan
  1. DERAJAT RINGAN
    a. Isolasi dan Pemantauan
     Isolasi mandiri di rumah/ fasilitas karantina selama maksimal 10 hari sejak muncul gejala ditambah 3 hari bebas gejala demam dan gangguan pernapasan. Jika gejala lebih dari 10 hari, maka isolasi dilanjutkan hingga gejala hilang ditambah dengan 3 hari bebas gejala. Isolasi dapat dilakukan mandiri di rumah maupun di fasilitas publik yang dipersiapkan pemerintah.
     Petugas FKTP diharapkan proaktif melakukan pemantauan kondisi pasien.
     Setelah melewati masa isolasi pasien akan kontrol ke FKTP terdekat.
    b. Non Farmakologis
    Edukasi terkait tindakan yang harus dilakukan (sama dengan edukasi tanpa gejala).
    c. Farmakologis
     Vitamin C dengan pilihan:
  • Tablet Vitamin C non acidic 500 mg/6-8 jam oral (untuk 14 hari)
  • Tablet isap vitamin C 500 mg/12 jam oral (selama 30 hari)
  • Multivitamin yang mengandung vitamin c 1-2 tablet /24 jam (selama 30 hari),
  • Dianjurkan vitamin yang komposisi mengandung vitamin C, B, E, zink
     Vitamin D
  • Suplemen: 400 IU-1000 IU/hari (tersedia dalam bentuk tablet, kapsul, tablet effervescent, tablet kunyah, tablet hisap, kapsul lunak, serbuk, sirup)
  • Obat: 1000-5000 IU/hari (tersedia dalam bentuk tablet 1000 IU dan tablet kunyah 5000 IU)
     Antivirus :
  • Favipiravir (sediaan 200 mg) loading dose 1600 mg/12 jam/oral hari ke-1 dan selanjutnya 2 x 600 mg (hari ke 2-
    5)
     Pengobatan simptomatis seperti parasetamol bila demam.
     Obat-obatan suportif baik tradisional (Fitofarmaka) maupun Obat Modern Asli Indonesia (OMAI) yang teregistrasi di BPOM dapat dipertimbangkan untuk diberikan namun dengan tetap memperhatikan perkembangan kondisi klinis pasien.
     Pengobatan komorbid dan komplikasi yang ada
  1. DERAJAT BERAT ATAU KRITIS
    a. Isolasi dan Pemantauan
     Isolasi di ruang isolasi Rumah Sakit Rujukan atau rawat secara kohorting
     Pengambilan swab untuk PCR dilakukan sesuai Tabel 1.
    b. Non Farmakologis
     Istirahat total, asupan kalori adekuat, kontrol elektrolit, status hidrasi (terapi cairan), dan oksigen
     Pemantauan laboratorium darah perifer lengkap beriku dengan hitung jenis, bila memungkinkan ditambahkan dengan CRP, fungsi ginjal, fungsi hati, Hemostasis, LDH, D-dimer.
     Pemeriksaan foto toraks serial bila perburukan
     Monitor tanda-tanda sebagai berikut;
  • Takipnea, frekuensi napas ≥ 30x/min,
  • Saturasi Oksigen dengan pulse oximetry ≤93% (di jari),
  • PaO2/FiO2 ≤ 300 mmHg,
  • Peningkatan sebanyak >50% di keterlibatan area paru-paru pada pencitraan thoraks dalam 24-48 jam,
  • Limfopenia progresif,
  • Peningkatan CRP progresif,
  • Asidosis laktat progresif.
     Monitor keadaan kritis
  • Gagal napas yg membutuhkan ventilasi mekanik, syok atau gagal multiorgan yang memerlukan perawatan ICU.
  • Bila terjadi gagal napas disertai ARDS pertimbangkan penggunaan ventilator mekanik (alur gambar 1)
  • 3 langkah yang penting dalam pencegahan perburukan penyakit, yaitu sebagai berikut
    o Bila alat tersedia dan memenuhi syarat klinis, gunakan high flow nasal cannula (HFNC) atau non-invasive
    mechanical ventilation (NIV) pada pasien dengan ARDS atau efusi paru luas. HFNC lebih disarankan dibandingkan NIV. (alur gambar 1)
    o Pembatasan resusitasi cairan, terutama pada pasien dengan edema paru.
    o Posisikan pasien sadar dalam posisi tengkurap (awake prone position).
Baca :  Hasil Lengkap Putusan MK Terkait Pengujian UU No.36 Th. 2014 tentang Tenaga Kesehatan

 Terapi oksigen: – Inisiasi terapi oksigen jika ditemukan SpO2 <93% dengan udara bebas dengan mulai dari nasal kanul sampai NRM 15 L/menit, lalu titrasi sesuai target SpO2 92 – 96%. – Tingkatkan terapi oksigen dengan menggunakan alat HFNC (High Flow Nasal Cannula) jika tidak terjadi perbaikan klinis dalam 1 jam atau terjadi perburukan klinis. – Inisiasi terapi oksigen dengan alat HFNC; flow 30 L/menit, FiO2 40% sesuai dengan kenyamanan pasien dan dapat mempertahankan target SpO2 92 -96% o Tenaga kesehatan harus menggunakan respirator (PAPR, N95). o Titrasi flow secara bertahap 5 – 10 L/menit, diikuti peningkatan fraksi oksigen, jika

 Frekuensi nafas masih tinggi (>35x/menit)

 Target SpO2 belum tercapai (92 – 96%)

 Work of breathing yang masih meningkat (dyspnea, otot bantu nafas aktif) o Kombinasi Awake Prone Position + HFNC selama 2 jam 2 kali sehari dapat memperbaiki oksigenasi dan mengurangi kebutuhan akan intubasi pada ARDS ringan hingga sedang. o Evaluasi pemberian HFNC setiap 1 – 2 jam dengan menggunakan indeks ROX. o Jika pasien mengalami perbaikan dan mencapai kriteria ventilasi aman (indeks ROX >4.88) pada jam ke-2, 6, dan 12 menandakan bahwa pasien tidak membutuhkan ventilasi invasif, sementara ROX <3.85 menandakan risiko tinggi untuk kebutuhan intubasi. o Jika pada evaluasi (1–2 jam pertama), parameter keberhasilan terapi oksigen dengan HFNC tidak tercapai atau terjadi perburukan klinis pada pasien, pertimbangkan untuk menggunakan metode ventilasi invasif atau trial NIV. o De-eskalasi bertahap pada penyapihan dengan perangkat HFNC, dimulai dengan menurunkan FiO2 5-10%/1-2 jam hingga mencapai fraksi 30%, selanjutnya flow secara bertahap 5-10 L/1-2 jam) hingga mencapai 25 L. o Pertimbangkan untuk menggunakan terapi oksigen konvensional ketika flow 25 L/menit dan FiO2 < 40%. o Perlu dipertimbangkan bahwa penggunaan alat HFNC membutuhkan ketersediaan suplai oksigen yang sangat tinggi.

Baca :  Aspek Keamanan Obat dalam Perubahan Penggolongan Obat PMK No. 3 Tahun 2021

Indeks ROX = (SpO2 / FiO2) / laju napas

Selengkapnya

Loader Loading…
EAD Logo Taking too long?

Reload Reload document
| Open Open in new tab

Download [557.86 KB]

About farset

Situs http://gudangilmu.farmasetika.com/ merupakan sebuah website tutorial yang berisi “Gudang Ilmu Farmasi” atau kumpulan tulisan maupun data (database) dan fakta terkait kefarmasian yang dikategorikan kedalam pengetahuan yang cenderung tidak berubah dengan perkembangan zaman.

Check Also

apoteker

Perubahan Registrasi dan Perizinan Tenaga Medis dan Kesehatan Pasca Terbitnya UU Kesehatan No. 17 Tahun 2023

GudangIlmuFarmasi – Baru-baru ini, Menteri Kesehatan Republik Indonesia menerbitkan Surat Edaran Nomor HK.02.01/MENKES/1911/2023 mengenai registrasi …