GudangIlmuFarmasi – Direktur Pelayanan Kefarmasian, Dita Novianti S. A., S.Si., Apt., MM, menyatakan bahwa buku Pedoman Pengelolaan Obat Rusak dan Kedaluwarsa di Fasyankes dan Rumah Tangga ini diharapkan menjadi pedoman yang komprehensif dan aplikatif dalam
memberikan penjelasan tentang obat rusak dan kedaluwarsa, berikut tata cara pengelolaan dan pengolahannya baik di fasilitas pelayanan kesehatan maupun rumah tangga serta peran pemerintah dalam memberikan fasilitasi, pembinaan dan pengawasannya.
Tentunya, pedoman pengelolaan ini secara terpadu harus disesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya di fasyankes dan kondisi sosiodemografik di masyarakat.
Daftar Isi
BAB I. PENDAHULUAN…………………………………………………………………………………..1
A. Latar Belakang ……………………………………………………………………………………..1
B. Dasar Hukum ……………………………………………………………………………………….3
C. Tujuan, Sasaran, dan Ruang Lingkup………………………………………………………5
D. Definisi…………………………………………………………………………………………………6
BAB II. MANAJEMEN LIMBAH B3 DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN……..10
A. Permasalahan Pengelolaan Limbah B3 Medis ………………………………………..10
B. Dampak Limbah B3 Medis Terhadap Kesehatan dan Lingkungan……………..11
C. Upaya Pencegahan Dampak Limbah B3 Medis di Fasyankes …………………..12
D. Manajemen Limbah Farmasi…………………………………………………………………13
E. Manajemen Limbah Farmasi di Fasyankes Pada Masa Pandemi COVID-19.15
F. Pengurangan Limbah B3………………………………………………………………………18
G. Tantangan Pengelolaan Limbah Farmasi di Fasyankes ……………………………19
BAB III. PENGELOLAAN LIMBAH FARMASI……………………………………………………22
A. Pengelolaan Limbah Farmasi Secara Internal …………………………………………22
B. Pengelolaan Limbah Farmasi Secara Eksternal ………………………………………28
BAB IV. MANAJEMEN LIMBAH FARMASI……………………………………………………….33
A. Tata Cara Umum Pengelolaan Limbah Farmasi………………………………………33
B. Manajemen Limbah Farmasi di Rumah Sakit ………………………………………….34
C. Manajemen Limbah Farmasi di Puskesmas dan Klinik……………………………..38
D. Manajemen Limbah Farmasi di Apotek dan Toko Obat…………………………….41
E. Manajemen Limbah Farmasi di Tempat Praktik Mandiri Bidan (TPMB) ………44
F. Manajemen Limbah Farmasi di Praktik Dokter dan Dokter Gigi Mandiri………45
G. Manajemen Limbah Farmasi di Rumah Tangga ………………………………………46
BAB V. PERAN PEMERINTAH PADA PENGELOLAAN LIMBAH FARMASI DI
FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN DAN RUMAH TANGGA………………………..50
A. Penyediaan fasilitas pengelolaan limbah B3 medis ………………………………….51
B. Kerjasama pengelolaan limbah……………………………………………………………..52
C. Pencatatan dan Pelaporan Limbah Farmasi……………………………………………52
D. Monitoring dan Evaluasi Limbah B3 di Fasyankes……………………………………53
BAB VI. PENUTUP ……………………………………………………………………………………….54
Daftar Pustaka ……………………………………………………………………………………………..55
Lampiran 1. Lembar Contoh Manifest………………………………………………………………59
Lampiran 2. Format Pencatatan dan Pelaporan ………………………………………………..60
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan menegaskan bahwa setiap orang berhak untuk mendapatkan
lingkungan yang sehat bagi pencapaian derajat kesehatan.(1) Upaya kesehatan
lingkungan ditujukan untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat, baik fisik,
kimia, biologi maupun sosial yang memungkinkan setiap orang mencapai derajat
kesehatan yang setinggi-tingginya. Oleh karena itu negara wajib melindungi warga
negaranya untuk menjamin kelestarian lingkungan hidup. Di Undang-undang yang
sama, pemerintah bertanggung jawab untuk meningkatkan dan memelihara
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, diantaranya melalui
penjaminan akses terhadap fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes).
Fasilitas pelayanan kesehatan merupakan tempat yang digunakan untuk
menyelenggarakan upaya pelayanan Kesehatan baik promotif, preventif, kuratif
maupun rehabilitatif. Di lain sisi, fasilitas pelayanan kesehatan dapat menjadi
tempat sumber penularan penyakit serta memungkinkan terjadinya pencemaran
lingkungan dan gangguan kesehatan.(2) Fasilitas pelayanan kesehatan
merupakan salah satu sumber yang menghasilkan limbah yang besar serta
berpotensi mencemari lingkungan sehingga wajib melakukan pengelolaan limbah
yang dihasilkan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 101 tahun 2014
tentang Pengolahan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, limbah dapat
berbentuk padat, cair dan gas, setiap bentuk dari limbah memiliki cara pengolahan
yang berbeda.(3) Limbah padat terdiri dari limbah domestik dan limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun (B3). Limbah B3 dikenal dengan limbah non medis dan
limbah medis. Limbah medis masuk dalam kategori limbah B3. Adapun jenis
Limbah B3 medis yang dihasilkan fasilitas pelayanan kesehatatan meliputi limbah
infeksius, limbah patologi, limbah benda tajam, limbah farmasi, limbah sitotoksis,
limbah kimiawi, limbah radioaktif, limbah kontainer bertekanan, limbah dengan
logam berat yang tinggi.(4) Limbah medis ini perlu penanganan dan manajemen
khusus karena sifatnya yang berbahaya.(5–7) Sebagai contoh, limbah B3 medis
yang dihasilkan oleh fasilitas pelayanan kesehatan apabila tidak ditangani dengan
baik akan terjadi penurunan kualitas lingkungan hidup.
Pengelolaan limbah B3 medis menjadi masalah dan tantangan bagi setiap
fasilitas pelayanan kesehatan karena pengelolaan limbah B3 medis membutuhkan
biaya yang cukup besar dan aturan yang wajib dipenuhi oleh fasilitas pelayanan
kesehatan sebagai penghasil limbah medis.(8) Akibat dari kurang nya anggaran
dalam penanganan limbah, dalam beberapa kasus fasilitas pelayanan kesehatan
langsung membuang limbah medisnya ke lingkungan. Selain itu, ketidaktahuan
terkait pentingnya penanganan limbah dan teknologi pengolahan limbah masih
dirasa kurang. Ditambah dengan pandemi COVID-19 yang terjadi, beberapa
limbah medis seperti masker, yang juga merupakan limbah medis, banyak
dibuang sembarangan sehingga dikhawatirkan akan menjadi masalah
kesehatan.(9) Mengacu pada berbagai sumber, berikut merupakan situasi terkait
limbah B3 dari fasilitas pelayanan kesehatan:(10)
- Terbatasnya perusahaan pengolah limbah B3 yang sudah mempunyai izin,
yaitu baru terdapat 12 perusahaan yang berada di Pulai Jawa, Sumatera dan
Kalimantan. - Jumlah perusahan yang mempunyai izin masih kurang dibandingkan dengan
jumlah fasyankes di Indonesia seperti jumlah rumah sakit sebanyak 2.893
rumah sakit dan 9.993 Puskesmas (Kemenkes, 2019) serta fasyankes
lainnya. - Timbulan limbah B3 yang dihasilkan dari fasyankes khususnya rumah sakit
dan puskesmas sebesar 296,86 ton/hari (Kemenkes, 2019), namun disisi lain
kapasitas pengolahan yang dimiliki oleh pihak ketiga baru sebesar 151,6
ton/hari. - Dari timbulan limbah B3 fasyankes tersebut, terdapat juga limbah farmasi.
Namun, hingga saat ini, timbulan limbah farmasi belum diketahui karena
dalam pelaporan sudah masuk dalam timbulan limbah B3 fasyankes
Penerapan pengelolaan limbah farmasi dari kegiatan fasyankes mengikuti peraturan teknis mengenai pengelolaan limbah B3 dari kegiatan fasyankes yaitu PermenLHK Nomor P.56 tahun 2015 tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis Pengelolaan Limbah B3 dari fasyankes, mulai dari langkah pengelolaan yaitu pemilahan, pewadahan, penyimpanan, pengangkutan, hingga pengolahan akhir.
Setiap tahapan pengelolaan tersebut wajib diterapkan dengan baik untuk semua
fasyankes karena fasyankes sebagai penghasil limbah memiliki tanggung jawab
melakukan pengelolaan limbahnya. Ada beberapa peraturan yang mengatur
secara spesifik mengenai tahapan pemusnahan sediaan farmasi di Indonesia
antara lain Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 72 tahun 2016 tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di rumah Sakit, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 73
tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 74 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di
Puskesmas, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 12 Tahun 2017 tentang
Penyelenggaraan Imunisasi, dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.56/Menlhk-Setjen/2015 tentang Tata
cara dan Persyaratan Teknis Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan beracun
dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Pada peraturan tersebut, diatur hal-hal yang
berkaitan dengan penyimpanan, pengangkutan, pengolahan dan penimbunan
limbah medis di fasilitas pelayanan kesehatan. Namun demikian, dalam tahap
tatanan implementasi, untuk mencegah terjadinya dampak yang dapat merusak
lingkungan hidup dan kesehatan manusia diperlukan pengelolaan bahan
berbahaya dan beracun secara terpadu sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi khususnya di fasilitas pelayanan kesehatan. Lingkup
pengelolaan limbah di fasilitas pelayanan kesehatan seperti limbah medis yang
dihasilkan melingkupi Rumah Sakit, Puskesmas, Klinik bahkan di Apotek, Toko
Obat, tempat praktek mandiri, dan di tingkat rumah tangga.
Oleh karenanya, merujuk pada urgensinya maka perlu disusun Pedoman
Pengelolaan Obat Rusak dan Kedaluwarsa di Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Hal
ini diperlukan sedemikian sehingga menjadi panduan di fasilitas pelayanan
kesehatan yang kedepannya dapat mendukung terwujudnya sistem pengelolaan
limbah medis yang baik, khususnya obat rusak dan kedaluwarsa, serta untuk
menjamin patient safety serta upaya pelestarian lingkungan hidup.
Selengkapnya