GudangIlmuFarmasi – Era teknologi digital tidak bisa dihindari dan merembet ke semua sektor kehidupan sehari-hari, termasuk bidang jual-beli produk kefarmasian secara online. Nofa Stefanus, S.Si, Apt, seorang praktisi Digital Farmasi yang sering menjadi narasumber tingkat nasional mencoba memberikan tinjauan terkait regulasi dan etika apotek online di Indonesia.
Menurutnya, Perkembangan Pelayanan Kesehatan berbasis teknogi informasi merupakan salah satu upaya meningkatkan kualitas pelayanan, namun kita tidak boleh gegabah dengan begitu saja mengakomodir perkembangan yang ada di masyarakat, harus dilakukan evaluasi terlebih dahulu apakah sesuai dengan tujuan pembangunan kesehatan dan berdampak positif bagi peningkatan derajat kesehatan seluruh masyarakat.
Pelayanan Kesehatan khususnya Pelayanan kefarmasian secara elektronik berdampak positif kepada peningkatan kualitas dan kenyamanan pelayanan namun disisi lain berpotensi negatif bagi kesehatan dan keselamatan masyarakat , untuk itu penyusunan regulasi yang berkaitan dengan pelayanan kefarmasian elektronik perlu dilakukan dengan penuh ke hati hatian agar dampak negatif dapat diminimalisiir se rendah rendah nya.
Rencana Penerbitan PMK tentang Pelayanan Kefarmasian secara elektronik oleh pemerintah perlu dikaji lebih dalam dengan melibatkan seluruh stakeholder, karena menyangkut kewenangan / tanggungjawan inter istitusi dan inter profesi agar tetap sejalan dengan tujuan pembangunan Kesehatan Indonesia.
Selengkapnya :
Perlu Diskusi lanjut via Talk Show/ seminar / Hub : apoteker.onine@gmail.com
1. APOTEK ONLINE ? TINJAUAN REGULASI DAN ETIKA Masukan dan Komentar : apoteker.online@gmail.com
2. SISI POSITIF apotek online Bagi Konsumen Bagi Apoteker “Efisien dan Praktis”- memudahkan pembelian (tidak perlu pergi ke apotek, tidak perlu membuang waktu untuk menunggu dispensing- menunggu dispensing di rumah/kantor, bisa pesan kapan saja tidak terbatas pada waktu) 1. Sarana promosi yang menjanjikan 2. Diversifikasi pelayanan/usaha 3. Menambah keuntungan/laba 4. Waktu compounding/dispensing menjadi lebih longgar (tidak terganggu oleh “waktu tunggu” pasien) sehingga meminimalkan kesalahan dalam penyiapan obat resep.
3. SISI NEGATIF Apotek online I. ADMINISTRASI 1. Belum ada ijin khusus / REGULASI KHUSUS tentang apotek on-line, sehingga Ada kemungkinan apotek online tidak memiliki apoteker berSIPA/STRA 2. Tidak ada jaminan Apotek on-line memiliki bangunan/fasilitas fisik yang memenuhi persyaratan (pelayanan/penyimpanan obat/arsip-administrasi/pengiriman) 3. Resep yang dilayani Tidak ada jaminan keasliannya 4. Tidak ada Jaminan Apotek on-line mendapatkan obat dari Distributor resmi/legal
4. SISI NEGATIF Apotek online II. PER-UU/ETIKA/DISIPLIN 1. Sebagian besar apotek online melayani/menjual langsung obat keras tanpa memerlukan resep dokter 2. Kegiatan pengiklanan yang “berlebihan” , yang mengarah pada pelanggaran etika 3. Resep hasil scan bisa diedit oleh pembeli/pengguna 4. Kemungkinan membeli resep di lebih dari 1 apotek online (karena yang diminta scan resep) 5. Kemungkinan obat yang dijual bisa saja underdose, ED, dan atau palsu 6. Kerahasiaan resep dan pasien tidak terjamin 7. Tidak ada jaminan bukan “penipuan”
5. SISI NEGATIF Apotek online III. PELAYANAN KEFARMASIAN 1. TIDAK BERDASARKAN filosofi : “PATIENT ORIENTED” 2. Tidak ada jaminan bahwa pengelolaan apotek /PELAYANAN APOTEK online dilakukan oleh TENAGA KEFARMASIAN (apoteker/ttk) 3. Dimungkinkan dispensing dan compounding obat tanpa pengawasan dari apoteker 4. Kemungkinan penyalahgunaan obat lebih besar 5. Apoteker tidak bisa memonitor pasien (tidak bisa tahu tentang kondisi pasien yang sesungguhnya)
6. Tiruanpenipuan
7. Pencarian data dan informasi APOTEK online Membuat identitas palsu (Nama, usia, alamat, no HP, email, dll) Menjadi member di beberapa apotik online Melakukan pemesanan obat (terutama obat keras)
8. Apotek Online CONTOH I. : Apotek Online Independent (tidak mempunyai apotik fisik) CONTOH I. : Apotek Online Independent (tidak mempunyai apotik fisik)
9. Apotek Online CONTOH II : Apotek Online Cabang dari Apotek (Perpanjangan tangan dari apotik fisik)
10. Apotek Online Apotek Online Cabang dari Apotek (Perpanjangan tangan dari apotik fisik)
11. CONTOH : Masalah Apotek Online I. Kegiatan pengiklanan apotek yang tidak sesuai etika dan peraturan perundang-undangan
12. Iklan terlalu bombastis
13. Masalah Apotek Online II. Pelayanan tanpa ada tenaga kefarmasian 1. Apoteker tidak memberikan konseling kepada pasien 2. Tidak ada feedback dari pasien ADAKAH JAMINAN BAHWA YANG MENGELOLA/MEMBERIKAN PELAYANAN DI APOTEK ONLINE ADALAH SEORANG APOTEKER/TENAGA TEKNIS KEFARMASIAN??? ADA KEMUNGKINAN DISPENSING DAN COMPOUNDING DILAKUKAN TANPA PENGAWASAN APOTEKER KEMUNGKINAN MEDICATION ERROR SEMAKIN BESAR
14. Masalah Apotek Online Menjual obat keras kepada yang tidak berhak 1. Tidak tahu siapa sebenarnya konsumennya. 2. Penjualan obat keras tanpa resep dokter tetap dilayani
15. Masalah Apotek Online Dispensing obat KERAS tanpa resep yang sah dari dokter Mengupload resep berupa foto atau hasil scan Tidak ada jaminan keaslian resep Resep hasil scan bisa diedit oleh pembeli Kemungkinan membeli resep di lebih dari 1 apotek online (karena yang diminta foto resep)
16. Meminta Resep secara Online
17. Apotek online di beberapa negara • USA : Boleh, tapi hanya apotek2 yang punya licence • Australia : Boleh, harus punya licence • Brazil : Boleh, harus mendaftarkan diri dulu • Canada : Boleh, licence tergantung dari kebijakan masing2 provinsi yang ada di Canada • China : Obat resep tidak boleh dijual online
18. KETENTUAN – KETENTUAN SEBAGAI PERTIMBANGAN • PP 51/2009 • Permenkes 35 tahun 2014 Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek • Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No : 1787/MENKES/PER/XII/2010 tentang Iklan dan Publikasi Pelayanan Kesehatan • UU Perlindungan Konsumen UU NO 88 / 1999
19. PP 51/2009
20. KETENTUAN UMUM : • APOTEK : sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh Apoteker • PELAYANAN KEFARMASIAN ADALAH : suatu pelayanan langsungdan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan Sediaan Farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. • SPO (Standar Prosedur Operasional) : adalah prosedur tertulis berupa petunjuk operasional tentang Pekerjaan Kefarmasian.
21. • Rahasia Kefarmasian : adalah Pekerjaan Kefarmasian yang menyangkut proses produksi, proses penyaluran dan proses pelayanan dari Sediaan Farmasi yang tidak boleh diketahui oleh umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
22. Pasal 2 (1) Peraturan Pemerintah ini mengatur Pekerjaan Kefarmasian dalam pengadaan, produksi, distribusi atau penyaluran, dan pelayanan sediaan farmasi. (2) Pekerjaan Kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu.
23. Pasal 3 Pekerjaan Kefarmasian dilakukan berdasarkan pada nilai ilmiah, keadilan, kemanusiaan, keseimbangan, dan perlindungan serta keselamatan pasien atau masyarakat yang berkaitan dengan Sediaan Farmasi yang memenuhi standar dan persyaratan keamanan, mutu, dan kemanfaatan.
24. Pasal 4 Tujuan pengaturan Pekerjaan Kefarmasian untuk: a. memberikan perlindungan kepada pasien dan masyarakat dalam memperoleh dan/atau menetapkan sediaan farmasi dan jasa kefarmasian; b. mempertahankan dan meningkatkan mutu penyelenggaraan Pekerjaan Kefarmasian sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta peraturan perundangan- undangan; dan c. memberikan kepastian hukum bagi pasien, masyarakat dan Tenaga Kefarmasian.
25. Bagian Kelima Pelaksanaan Pekerjaan Kefarmasian Pada Fasilitas Pelayanan Kefarmasian Pasal 19 Fasilitas Pelayanan Kefarmasian berupa : a. Apotek; b. Instalasi farmasi rumah sakit; c. Puskesmas; d. Klinik; e. Toko Obat; atau f. Praktek bersama.
26. Pasal 20 Dalam menjalankan Pekerjaan kefarmasian pada Fasilitas Pelayanan Kefarmasian, Apoteker dapat dibantu oleh Apoteker pendamping dan/ atau Tenaga Teknis Kefarmasian.
27. Pasal 21 (1) Dalam menjalankan praktek kefarmasian pada Fasilitas Pelayanan Kefarmasian, Apoteker harus menerapkan standar pelayanan kefarmasian. (2) Penyerahan dan pelayanan obat berdasarkan resep dokter dilaksanakan oleh Apoteker. (3) Dalam hal di daerah terpencil tidak terdapat Apoteker, Menteri dapat menempatkan Tenaga Teknis Kefarmasian yang telah memiliki STRTTK pada sarana pelayanan kesehatan dasar yang diberi wewenang untuk meracik dan menyerahkan obat kepada pasien. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai standar pelayanan kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menurut jenis Fasilitas Pelayanan Kefarmasian ditetapkan oleh Menteri.entuan peraturan perundang-undangan.
28. Pasal 23 (1) Dalam melakukan Pekerjaan Kefarmasian, Apoteker sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 harus menetapkan Standar Prosedur Operasional. (2) Standar Prosedur Operasional harus dibuat secara tertulis dan diperbaharui secara terus menerus sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang farmasi dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
29. Pasal 25 (1) Apoteker dapat mendirikan Apotek dengan modal sendiri dan/atau modal dari pemilik modal baik perorangan maupun perusahaan. (2) Dalam hal Apoteker yang mendirikan Apotek bekerja sama dengan pemilik modal maka pekerjaan kefarmasian harus tetap dilakukan sepenuhnya oleh Apoteker yang bersangkutan. (3) Ketentuan mengenai kepemilikan Apotek sebagaimana dimaksud ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
30. Permenkes 73 tahun 2016 Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek
31. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1787/MENKES/PER/XII/2010 tentang Iklan dan Publikasi Pelayanan Kesehatan
32. UU Perlindungan Konsumen UU NO 8 TAHUN 1999
33. PASAL 4 Kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam konsumsi tidak terjamin karena tidak ada pelayanan dan tanggungjawab apoteker secara langsung. Hak konsumen untuk memperoleh informasi yang benar, jelas, dan jujur tidak dilaksanakan dalam praktik apotek online, karena tidak dilakukan pelayanan kefarmasian secara langsung, padahal obat adalah barang yang seharusnya didapatkan dengan informasi yang lengkap dari apoteker, atau tenaga kesehatan lain yang berkompeten Hak konsumen adalah:
34. Point b dan c: Informasi dan pelayanan yang benar, jelas, dan jujur tidak dapat tercapai apabila praktik pelayanan kefarmasian tidak dilakukan secara langsung oleh apoteker kepada pasien
35. APOTEK A-20 (ASLI – BUKA 20 JAM) 04.00-24.00 A P O T E K A – 2 0 H A N YA M E N J U A L O B AT A S LI
36. APOTEK P-18 (PROFESIONAL -BUKA 18 jam) 06.00 – 24.00 DISINI APOTEKER BERPERILAKU PROFESIONAL DENGAN ETIKA TINGGI
37. 1. Berdasarkan PP 51/2009 & Pasal 8 UU No 35 Tahun 2014 : praktik apotek online belum /kurang/tidak sesuai dengan standar pelayanan kefarmasian di apotek seperti yang diatur dalam UU tsb. (ADMIN/UU/ETIKA/DISIPLIN/PELAYANAN) 2. Pasal 13 UU No 8 Tahun 1999 : Apotek online yang ditemui, memberikan diskon (secara terbuka) untuk beberapa produk yang ditawarkan ETIKA PROMOSI Tidak sesuai dengan ketentuan. KESIMPULAN
38. SOLUSI : Merevisi PMK 9/2017 tentang Apotek & peraturan perundang-undangan terkait untuk layanan online – ADA IJIN KHUSUS PELAYANAN ON LINE OLEH ASAPIN dan HISFARMA: tatacara dan persyaratan – TETAPADA APOTEK FISIK (apotek online merupakan bagian dr apotek fisik) – BATASAN2 PELAYANAN YANG DIIJINKAN UNTUK ONLINE (misal : hanya melayani obat bebas/bebas terbatas dan OWA, SPO khusus pelayanan online) – PELAYANAN DILAKUKAN OLEH APOTEKER DENGAN KEMAMPUAN DIGITAL – TETAPBERSIFAT ORIENTASI KEPADA PASIEN / KONSUMEN