PMK No 34 Tahun 2022, Akreditasi Puskesmas, Labkes, Klinik, Dokter Praktik Mandiri

GudangIlmuFarmasi – Menteri Kesehatan (Menkes) mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes/PMK) Nomor 34 Tahun 2022 tentang AKREDITASI PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT (Puskesmas), KLINIK, LABORATORIUM KESEHATAN (Labkes), UNIT TRANSFUSI DARAH, TEMPAT PRAKTIK MANDIRI DOKTER, DAN TEMPAT PRAKTIK MANDIRI DOKTER GIGI berlaku mulai 2 Desember 2022.

PMK ini dibuat didasarkan untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat terhadap mutu pelayanan kesehatan di pusat kesehatan masyarakat, klinik, laboratorium kesehatan, unit transfusi darah, tempat praktik mandiri dokter, dan tempat praktik mandiri dokter gigi, diperlukan upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan melalui penyelenggaraan akreditasi.

Selain itu, bahwa pengaturan penyelenggaraan akreditasi dalamPeraturan Menteri Kesehatan Nomor 46 Tahun 2015tentang Akreditasi Puskesmas, Klinik Pratama, TempatPraktik Mandiri Dokter, dan Tempat Praktik MandiriDokter Gigi sebagaimana telah beberapa kali diubahterakhir dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 27Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas PeraturanMenteri Kesehatan Nomor 46 Tahun 2015 tentangAkreditasi Puskesmas, Klinik Pratama, Tempat PraktikMandiri Dokter, dan Tempat Praktik Mandiri Dokter Gigi,sudah tidak sesuai dengan perkembangan dankebutuhan hukum sehingga perlu diganti.

Daftar Isi

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

  1. Akreditasi Pusat Kesehatan Masyarakat, Klinik, Laboratorium Kesehatan, Unit Transfusi Darah, Tempat Praktik Mandiri Dokter, dan Tempat Praktik Mandiri Dokter Gigi yang selanjutnya disebut Akreditasi adalah pengakuan terhadap mutu pelayanan pusat kesehatan masyarakat, klinik, laboratorium kesehatan, unit transfusi darah, tempat praktik mandiri dokter, dan tempat praktik mandiri dokter gigi setelah dilakukan penilaian bahwa pusat kesehatan masyarakat, klinik, laboratorium kesehatan, unit transfusi darah, tempat praktik mandiri dokter, dan tempat praktik mandiri dokter gigi telah memenuhi standar akreditasi.
  2. Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disebut Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif di wilayah kerjanya.
  3. Klinik adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang menyediakan pelayanan medik dasar dan/atau spesialistik secara komprehensif.
  4. Laboratorium Kesehatan adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang melaksanakan pengukuran, penetapan dan pengujian terhadap bahan yang berasal dari manusia atau bahan bukan berasal dari manusia untuk penentuan jenis penyakit, penyebab penyakit, kondisi kesehatan atau faktor yang dapat berpengaruh pada kesehatan perorangan dan masyarakat.
  5. Unit Transfusi Darah yang selanjutnya disingkat UTD adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan donor darah, penyediaan darah, dan pendistribusian darah.
  6. Tempat Praktik Mandiri Dokter yang selanjutnya disingkat TPMD adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang menyediakan pelayanan oleh dokter atau dokter spesialis secara perorangan.
  7. Tempat Praktik Mandiri Dokter Gigi yang selanjutnya disingkat TPMDG adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang menyediakan pelayanan oleh dokter gigi atau dokter gigi spesialis secara perorangan.
  8. Standar Akreditasi adalah pedoman yang berisi tingkat pencapaian yang harus dipenuhi oleh fasilitas pelayanan kesehatan dalam meningkatkan mutu pelayanan dan keselamatan pasien.
  9. Perencanaan Perbaikan Strategis yang selanjutnya disingkat PPS adalah rencana perbaikan tertulis yang dibuat oleh fasilitas pelayanan kesehatan berdasarkan rekomendasi hasil survei sebagai tindak lanjut hasil penilaian yang tidak terpenuhi atau terpenuhi sebagian.
  10. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
  11. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.
  12. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.
  13. Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan yang selanjutnya disebut Direktur Jenderal adalah pejabat tinggi madya di lingkungan Kementerian Kesehatan yang mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pelayanan kesehatan.

Pasal 2
Pengaturan Akreditasi bertujuan untuk:
a. meningkatkan dan menjamin mutu pelayanan dan keselamatan bagi pasien dan masyarakat;
b. meningkatkan perlindungan bagi sumber daya manusia kesehatan dan Puskesmas, Klinik, Laboratorium Kesehatan, UTD, TPMD, dan TPMDG sebagai institusi;
c. meningkatkan tata kelola organisasi dan tata kelola pelayanan di Puskesmas, Klinik, Laboratorium Kesehatan, UTD, TPMD, dan TPMDG; dan
d. mendukung program pemerintah di bidang kesehatan.

BAB II
PENYELENGGARAAN AKREDITASI

Bagian Kesatu
Umum
Pasal 3
(1) Setiap Puskesmas, Klinik, Laboratorium Kesehatan, UTD, TPMD, dan TPMDG wajib dilakukan Akreditasi.
(2) Akreditasi dilakukan paling lambat setelah Puskesmas, Klinik, Laboratorium Kesehatan, UTD, TPMD, dan TPMDG sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beroperasi 2 (dua) tahun sejak memperoleh perizinan berusaha untuk pertama kali.
Pasal 4
Setiap Puskesmas, Klinik, Laboratorium Kesehatan, UTD, TPMD, dan TPMDG sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 yang telah terakreditasi wajib dilakukan Akreditasi kembali secara berkala setiap 5 (lima) tahun.
Pasal 5
(1) Akreditasi dilakukan sesuai dengan Standar Akreditasi.
(2) Standar Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun oleh Menteri dengan melibatkan kementerian/lembaga dan/atau pihak terkait.

(3) Standar Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri.
Bagian Kedua
Penyelenggara Akreditasi
Pasal 6
(1) Menteri menyelenggarakan Akreditasi dengan melibatkan Pemerintah Daerah dan pemangku kepentingan terkait.
(2) Dalam rangka menyelenggarakan Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri menetapkan lembaga penyelenggara Akreditasi yang telah memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini.
(3) Lembaga penyelenggara Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bertugas membantu Menteri dalam melaksanakan survei Akreditasi.
(4) Lembaga penyelenggara Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (3) bersifat mandiri.
(5) Lembaga penyelenggara Akreditasi yang ditetapkan oleh Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus mampu mengakreditasi Puskesmas, Klinik, Laboratorium Kesehatan, UTD, TPMD, dan TPMDG.
Pasal 7
(1) Untuk dapat ditetapkan oleh Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2), lembaga penyelenggara Akreditasi harus mengajukan permohonan penetapan kepada Direktur Jenderal.
(2) Permohonan penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan dengan melampirkan persyaratan:
a. salinan/fotokopi dokumen badan hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. dokumen struktur organisasi dan tata kelola lembaga penyelenggara Akreditasi;
c. dokumen program pelatihan surveior; dan
d. surat pernyataan komitmen terakreditasi oleh lembaga pengakreditasi lembaga penyelenggara Akreditasi nasional dan/atau internasional secara berkala, paling lambat 5 (lima) tahun sejak ditetapkan.
(3) Direktur Jenderal melakukan verifikasi terhadap pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dengan hasil berupa:
a. memenuhi persyaratan; atau
b. tidak memenuhi persyaratan.
(4) Dalam hal hasil verifikasi berupa memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, Direktur Jenderal memberikan rekomendasi penetapan lembaga penyelenggara Akreditasi kepada Menteri paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak permohonan penetapan diterima.
(5) Menteri menetapkan lembaga penyelenggara Akreditasi berdasarkan rekomendasi Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat (4).

Baca :  Petunjuk Teknis Pelaksanaan Vaksinasi COVID-19

(6) Masa tugas lembaga penyelenggara Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) ditetapkan oleh Menteri.
(7) Dalam hal hasil verifikasi berupa tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b, Direktur Jenderal mengembalikan permohonan penetapan kepada lembaga penyelenggara Akreditasi disertai dengan alasan pengembalian.
(8) Ketentuan lebih lanjut mengenai mekanisme penetapan dan persyaratan lembaga penyelenggara Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (7) diatur dalam pedoman teknis yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
Pasal 8
Lembaga penyelenggara Akreditasi mempunyai kewajiban:
a. melaksanakan survei Akreditasi dengan menggunakan Standar Akreditasi yang telah ditetapkan oleh Menteri dan kebijakan lain terkait Akreditasi yang dikeluarkan Kementerian Kesehatan;
b. melaporkan kepada Direktur Jenderal melalui sistem informasi mutu pelayanan kesehatan mengenai:

  1. hasil pelaksanaan survei Akreditasi; dan
  2. rekomendasi status Akreditasi Puskesmas, Klinik, Laboratorium Kesehatan, UTD, TPMD dan TPMDG;
    c. melaporkan kepada Menteri melalui Direktur Jenderal atas penyelenggaraan Akreditasi secara berkala setiap 1 (satu) tahun sekali dan/atau sewaktu-waktu sesuai dengan kebutuhan; dan
    d. terakreditasi oleh lembaga pengakreditasi lembaga penyelenggara Akreditasi nasional dan/atau internasional secara berkala, paling lambat 5 (lima) tahun sejak ditetapkan, yang dibuktikan dengan dokumen telah terakreditasi.
    Pasal 9
    Lembaga penyelenggara Akreditasi dalam melaksanakan kewajiban survei Akreditasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a, harus memiliki tim surveior.
    Pasal 10
    (1) Tim surveior sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 terdiri atas:
    a. tim surveior Puskesmas dan Klinik;
    b. tim surveior Laboratorium Kesehatan dan UTD; dan
    c. tim surveior TPMD dan TPMDG.
    (2) Tim surveior Puskesmas dan Klinik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas:
    a. bidang tata kelola sumber daya dan upaya kesehatan masyarakat; dan
    b. bidang tata kelola pelayanan dan penunjang.
    (3) Tim surveior Laboratorium Kesehatan dan UTD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas:
    a. bidang manajemen pelayanan kesehatan; dan
    b. bidang teknis pelayanan Laboratorium Kesehatan dan UTD.

(4)Tim surveior TPMD dan TPMDG sebagaimana dimaksudpada ayat (1) huruf c terdiri atas:
a.bidang tata kelola; dan
b.bidang teknis pelayanan klinis.
Pasal 11
(1)Tim surveior harus memenuhi persyaratan umum danpersyaratan khusus.
(2)Persyaratan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1)terdiri atas:
a.warga negara Indonesia;
b.bebas dari tindak pidana;
c.sehat jasmani dan rohani, dibuktikan dengan suratsehat yang dikeluarkan oleh rumah sakit milikPemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah atauPuskesmas;
d.bebas narkotika, psikotropika, dan zat adiktiflainnya, dibuktikan dengan surat bebas narkobayang dikeluarkan oleh fasilitas pelayanan kesehatanPemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah; dan
e.bersedia ditugaskan untuk melaksanakan survei didaerah manapun yang dibuktikan dengan suratpernyataan yang ditandatangani dan bermateraicukup.
(3)Persyaratan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1)bagi tim surveior Puskesmas dan Klinik terdiri atas:
a.bidang tata kelola sumber daya dan upayakesehatan masyarakat:
1.tenaga medis atau tenaga kesehatan lainnyadengan pendidikan paling rendah Strata Satu(S1) bidang kesehatan; dan
2.mempunyai pengalaman:
a)bekerja di Puskesmas dan/atau Klinik;
b)mengelola program pelayanan kesehatandasar; dan/atau
c)mengelola program mutu pelayanankesehatan dasar,
paling singkat 3 (tiga) tahun.
b.bidang tata kelola pelayanan dan penunjang:
1.tenaga medis; dan
2.mempunyai pengalaman bekerja di Puskesmasdan/atau Klinik paling singkat 3 (tiga) tahun.
(4)Persyaratan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1)bagi tim surveior Laboratorium Kesehatan dan UTDterdiri atas:
a.bidang manajemen pelayanan kesehatan:
1.tenaga medis, atau tenaga kesehatan denganpendidikan paling rendah Strata Dua (S2)bidang kesehatan dengan latar belakang StrataSatu (S1) bidang kesehatan; dan
2.mempunyai pengalaman:
a)pengelolaan Laboratorium Kesehatan atauUTD; dan/atau
b)mengelola program mutu dan AkreditasiLaboratorium Kesehatan, UTD, ataufasilitas pelayanan kesehatan lain, paling singkat 3 (tiga) tahun.
b.bidang teknis pelayanan:
1.tenaga medis dengan pendidikan paling rendahpendidikan profesi dokter spesialis di bidanglaboratorium, atau tenaga kesehatan denganpendidikan Strata Satu (S1)/Diploma Empat (DIV)terkait Laboratorium Kesehatan atau UTD;dan
2.mempunyai pengalaman bekerja di Laboratorium Kesehatan atau UTD sebagai pengelola teknis Laboratorium Kesehatan atau UTD paling singkat 3 (tiga) tahun.
(5)Persyaratan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1)bagi tim surveior TPMD dan TPMDG terdiri atas:
a.bidang tata kelola
tenaga medis atau tenaga kesehatan lainnya denganpendidikan paling rendah Strata Satu (S1) bidangkesehatan.
b.bidang teknis pelayanan klinis:
1.tenaga medis; dan
2.mempunyai pengalaman praktik mandiri palingsingkat 1 (satu) tahun.
Pasal 12
(1)Tim surveior harus meningkatkan pengetahuan,keterampilan, dan kemampuan dalam bidang AkreditasiPuskesmas, Klinik, Laboratorium Kesehatan, UTD,TPMD, dan TPMDG.
(2)Peningkatan pengetahuan, keterampilan, dankemampuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapatdilaksanakan melalui pelatihan sesuai dengan ketentuanperaturan perundang-undangan.
Bagian Ketiga
Kegiatan Akreditasi
Pasal 13
(1)Kegiatan Akreditasi terdiri atas tahapan:
a.persiapan Akreditasi;
b.pelaksanaan Akreditasi; dan
c.pascaakreditasi.
(2)Kegiatan Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)harus dilaksanakan secara berkesinambungan.
Pasal 14
(1)Persiapan Akreditasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal13 ayat (1) huruf a dilakukan oleh Puskesmas, Klinik,Laboratorium Kesehatan, UTD, TPMD, dan TPMDGuntuk pemenuhan Standar Akreditasi dalam rangkasurvei Akreditasi atau Akreditasi kembali.
(2)Kegiatan persiapan Akreditasi sebagaimana dimaksudpada ayat (1) terdiri atas:
a.pengisian penilaian mandiri (self assessment);
b.penyusunan program peningkatan mutu;
c.penetapan dan pengukuran indikator mutu; dan
d.pelaporan insiden keselamatan pasien.

Pasal 15
Pimpinan Puskesmas, Klinik, Laboratorium Kesehatan, UTD, TPMD, dan TPMDG mengirimkan permohonan usulan untuk dilakukan survei Akreditasi kepada lembaga penyelenggara Akreditasi melalui sistem informasi mutu pelayanan kesehatan yang diselenggarakan oleh Kementerian Kesehatan.
Pasal 16
Dalam rangka pemerataan pelaksanaan Akreditasi dan beban kerja lembaga penyelenggara Akreditasi, Menteri melakukan distribusi terhadap permohonan usulan untuk dilakukan survei Akreditasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15.
Pasal 17
Pelaksanaan Akreditasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf b meliputi:
a. survei; dan
b. penetapan status Akreditasi.
Pasal 18
(1) Survei sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf a merupakan kegiatan untuk mengamati, menilai, dan mengukur pencapaian dan cara penerapan Standar Akreditasi.
(2) Survei sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh tim surveior yang berasal dari lembaga penyelenggara Akreditasi.
(3) Pelaksanaan survei sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui kunjungan lapangan.
(4) Selain melalui kunjungan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), pelaksanaan survei dapat dilakukan dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.
Pasal 19
(1) Tim surveior memberikan laporan hasil survei terhadap Puskesmas, Klinik, Laboratorium Kesehatan, UTD, TPMD, dan/atau TPMDG yang dinilainya kepada lembaga penyelenggara Akreditasi paling lama 2 (dua) hari kerja terhitung sejak survei dinyatakan selesai.
(2) Lembaga penyelenggara Akreditasi melakukan verifikasi dan menyampaikan rekomendasi penetapan status Akreditasi kepada Direktur Jenderal paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak laporan hasil survei sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima.
(3) Dalam hal terdapat perbaikan dalam proses survei, lembaga penyelenggara Akreditasi menyampaikan catatan perbaikan kepada Direktur Jenderal bersamaan dengan penyampaian rekomendasi penetapan status Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) Penyampaian rekomendasi penetapan status Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.
(5) Rekomendasi penetapan status Akreditasi dapat berupa terakreditasi atau tidak terakreditasi.

Baca :  Farmakope Herbal Indonesia Jilid II Tahun 2017

Akreditasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf b dilakukan oleh Direktur Jenderal berdasarkan rekomendasi penetapan status Akreditasi dari lembaga penyelenggara Akreditasi.
(2) Penetapan status Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui penerbitan sertifikat Akreditasi elektronik yang diberikan kepada Puskesmas, Klinik, Laboratorium Kesehatan, UTD, TPMD, dan TPMDG.
(3) Sertifikat Akreditasi elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku untuk jangka waktu 5 (lima) tahun.
(4) Puskesmas, Klinik, Laboratorium Kesehatan, UTD, TPMD, dan TPMDG yang telah mendapatkan status Akreditasi dapat mencantumkan status Akreditasi di bawah atau di belakang nama masing-masing Puskesmas, Klinik, Laboratorium Kesehatan, UTD, TPMD, dan TPMDG dengan huruf lebih kecil.
Pasal 21
(1) Dalam hal penetapan status Akreditasi Puskesmas, Klinik, Laboratorium Kesehatan, UTD, TPMD, dan TPMDG sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dinyatakan tidak terakreditasi, terhadap Puskesmas, Klinik, Laboratorium Kesehatan, UTD, TPMD, dan TPMDG yang bersangkutan dapat dilakukan survei remedial dan penetapan status Akreditasi berdasarkan hasil survei remedial.
(2) Survei remedial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sampai dengan 6 (enam) bulan sejak penetapan status Akreditasi oleh Direktur Jenderal melalui teknologi informasi dan komunikasi.
(3) Ketentuan mengenai survei dan penetapan status Akreditasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 sampai dengan Pasal 20 berlaku secara mutatis mutandis terhadap survei remedial dan penetapan status Akreditasi berdasarkan hasil survei remedial.
Pasal 22
(1) Kegiatan pascaakreditasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf c dilakukan oleh Puskesmas, Klinik, Laboratorium Kesehatan, UTD, TPMD, dan TPMDG setelah mendapatkan penetapan status Akreditasi.
(2) Penetapan status Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyatakan Puskesmas, Klinik, Laboratorium Kesehatan, UTD, TPMD, dan TPMDG terakreditasi.
(3) Kegiatan pascaakreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan membuat dan menyampaikan PPS kepada lembaga penyelenggara Akreditasi, dinas kesehatan daerah kabupaten/kota, dan dinas kesehatan daerah provinsi berdasarkan rekomendasi perbaikan hasil survei dari Kementerian Kesehatan, dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.

(4) PPS sebagaimana dimaksud pada ayat (3) digunakan sebagai bahan pelaksanaan monitoring dan evaluasi Akreditasi oleh lembaga penyelenggara Akreditasi, dinas kesehatan daerah kabupaten/kota, dan dinas kesehatan daerah provinsi.
Pasal 23
(1) Dalam rangka menjaga mutu dan menjamin pelaksanaan Akreditasi secara objektif dan bebas dari konflik kepentingan, dapat dilakukan validasi terhadap penyelenggaraan Akreditasi.
(2) Validasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Direktur Jenderal.
(3) Validasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara:
a. rutin; dan
b. sewaktu-waktu jika diperlukan.
(4) Validasi secara rutin sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dilakukan terhadap beberapa hasil penetapan Akreditasi secara acak.
(5) Validasi sewaktu-waktu jika diperlukan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dilakukan dalam hal:
a. terjadi tindakan yang membahayakan di Puskesmas, Klinik, Laboratorium Kesehatan, UTD, TPMD, dan TPMDG; dan/atau
b. adanya hasil penilaian yang memiliki karakteristik yang berbeda secara signifikan dari hasil penilaian yang lainnya.
Pasal 24
(1) Penyelenggaraan Akreditasi yang efektif dan efisien dilaksanakan melalui pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi.
(2) Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. pengusulan survei;
b. penjadwalan survei;
c. pelaporan hasil survei;
d. verifikasi laporan hasil survei;
e. pemberian rekomendasi status akreditasi;
f. penetapan status akreditasi;
g. penerbitan elektronik sertifikat akreditasi; dan
h. kegiatan lain dalam penyelenggaraan Akreditasi.
(3) Teknologi informasi dan komunikasi yang dimanfaatkan dalam penyelenggaraan Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikembangkan oleh Menteri.
(4) Selain teknologi informasi dan komunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), lembaga penyelenggara Akreditasi dapat mengembangkan pemanfaatan teknologi dan informasi dalam penyelenggaraan Akreditasi untuk kebutuhan internal lembaga penyelenggara Akreditasi.
(5) Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi dalam penyelenggaraan Akreditasi harus memperhatikan prinsip satu data Indonesia dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 25
(1) Puskesmas, Klinik, Laboratorium Kesehatan, UTD, TPMD, dan TPMDG harus melakukan Akreditasi kembali untuk perpanjangan Akreditasi sebelum masa berlaku status Akreditasi berakhir.
(2) Perpanjangan Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui pengajuan permohonan perpanjangan Akreditasi kepada lembaga penyelenggara Akreditasi paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum masa berlaku status Akreditasi berakhir.
Pasal 26
Ketentuan mengenai kegiatan Akreditasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 sampai dengan Pasal 22 berlaku secara mutatis mutandis terhadap kegiatan Akreditasi kembali untuk perpanjangan Akreditasi.
Pasal 27
(1) Untuk terselenggaranya Akreditasi secara optimal disusun petunjuk teknis penyelenggaraan Akreditasi yang memuat uraian teknis mengenai kegiatan akreditasi dan ketentuan teknis lain dalam penyelenggaraan Akreditasi.
(2) Petunjuk teknis penyelenggaraan Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Direktur Jenderal.

BAB III
PENDANAAN

Pasal 28
(1) Pendanaan penyelenggaraan Akreditasi Puskesmas, Klinik, Laboratorium Kesehatan, dan UTD milik Pemerintah atau Pemerintah Daerah bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, dan/atau sumber lain yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pendanaan penyelenggaraan Akreditasi pada Klinik, Laboratorium Kesehatan, UTD, TPMD, dan TPMDG milik swasta/masyarakat bersumber dari pemilik Klinik, Laboratorium Kesehatan, UTD, TPMD, dan TPMDG.
(3) Pendanaan pembinaan dan pengawasan terhadap kegiatan Akreditasi bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, dan/atau sumber lain yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 29
(1) Lembaga penyelenggara Akreditasi mengenakan tarif terhadap penyelenggaraan survei Akreditasi.
(2) Tarif terhadap penyelenggaraan survei Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri setelah berkoordinasi dengan menteri yang

Baca :  Rancangan Regulasi Pelayanan Kefarmasian secara Elektronik (e-Farmasi) di Indonesia

menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
BAB IV
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 30
(1) Menteri, gubernur, dan bupati/wali kota melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap kegiatan Akreditasi berdasarkan kewenangan masing-masing sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Menteri, gubernur, dan bupati/wali kota dalam melakukan pembinaan dan pengawasan kegiatan Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat melibatkan asosiasi/perhimpunan fasilitas pelayanan kesehatan, organisasi profesi, akademisi dan/atau masyarakat yang memiliki kemampuan dan keahlian di bidang pelayanan kesehatan.
(3) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan agar Puskesmas, Klinik, Laboratorium Kesehatan, UTD, TPMD, dan TPMDG dapat mempertahankan dan/atau meningkatkan mutu pelayanan secara berkesinambungan.
(4) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) oleh Menteri dan gubernur dilakukan melalui kegiatan:
a. supervisi;
b. pemberian konsultasi dan bimbingan teknis;
c. fasilitasi pendidikan dan pelatihan;
d. pemantauan; dan/atau
e. evaluasi.
(5) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) oleh bupati/wali kota berupa kegiatan:
a. fasilitasi pemahaman Standar Akreditasi;
b. pembinaan penyusunan PPS;
c. pembinaan dalam penyelenggaraan peningkatan mutu;
d. pembinaan dalam penetapan dan pengukuran indikator mutu; dan
e. pembinaan dalam pelaporan insiden keselamatan pasien.
Pasal 31
(1) Dalam pelaksanaan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, Direktur Jenderal dapat melakukan penyesuaian atau pencabutan penetapan status Akreditasi atau rekomendasi pelaksanaan kembali survei Akreditasi kepada lembaga penyelenggara Akreditasi, apabila ditemukan:
a. ketidaksesuaian status Akreditasi berdasarkan Standar Akreditasi pada saat validasi;
b. adanya pelayanan kesehatan yang tidak sesuai dengan indikator nasional mutu berdasarkan laporan melalui sistem informasi; dan/atau

c. ditemukan tindakan yang membahayakan keselamatan pasien.
(2) Puskesmas, Klinik, Laboratorium Kesehatan, UTD, TPMD, dan TPMDG yang telah mendapatkan penetapan status Akreditasi dan akan dilakukan penyesuaian penetapan status Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dievaluasi kembali kesesuaian pemenuhan Standar Akreditasi dengan status Akreditasi yang diperolehnya oleh Direktur Jenderal.
(3) Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk dijadikan dasar penetapan status Akreditasi baru oleh Direktur Jenderal.
Pasal 32
(1) Selain melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap kegiatan Akreditasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, Menteri melalui Direktur Jenderal melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap lembaga penyelenggara Akreditasi.
(2) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diarahkan untuk:
a. monitoring dan evaluasi persyaratan lembaga penyelenggara Akreditasi;
b. monitoring dan evaluasi kinerja lembaga penyelenggara Akreditasi, meliputi:

  1. pencapaian indikator kinerja lembaga; dan
  2. pencapaian target indikator mutu lembaga; dan
    c. menjaga kredibilitas lembaga penyelenggara Akreditasi dalam pelaksanaan Akreditasi.
    (3) Dalam hal hasil pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), ditemukan:
    a. lembaga penyelenggara Akreditasi tidak lagi memenuhi persyaratan;
    b. lembaga penyelenggara Akreditasi tidak mampu melaksanakan tugas dengan baik, tidak melaksanakan kewajiban, atau tidak kredibel; dan/atau
    c. terdapat tindakan kecurangan (fraud) oleh lembaga penyelenggara Akreditasi,
    Menteri melalui Direktur Jenderal dapat melakukan pencabutan atas penetapan lembaga penyelenggara Akreditasi.
    Pasal 33
    Setiap orang termasuk badan hukum yang dengan sengaja mencantumkan status Akreditasi palsu dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB V
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 34
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Puskesmas dan Klinik yang telah memiliki status Akreditasi berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 46 Tahun 2015 tentang Akreditasi Puskesmas,Klinik Pratama, Tempat Praktik Mandiri Dokter, dan Tempat Praktik Mandiri Dokter Gigi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1049) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 27 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 46 Tahun 2015 tentang Akreditasi Puskesmas, Klinik Pratama, Tempat Praktik Mandiri Dokter, dan Tempat Praktik Mandiri Dokter Gigi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 929), dan Laboratorium Kesehatan yang telah memiliki status Akreditasi berdasarkan ketentuan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 298/MENKES/SK/III/2008 tentang Pedoman Akreditasi Laboratorium Kesehatan, status akreditasinya dinyatakan tetap berlaku sampai jangka waktu berlaku berakhir.

BAB VI KETENTUAN PENUTUP

Pasal 35

Peraturan pelaksanaan dari Peraturan Menteri ini harus ditetapkan paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak Peraturan Menteri ini diundangkan.

Pasal 36

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:

a. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 46 Tahun 2015 tentang Akreditasi Puskesmas, Klinik Pratama, Tempat Praktik Mandiri Dokter, dan Tempat Praktik Mandiri Dokter Gigi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1049);

b. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 42 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 46 Tahun 2015 tentang Akreditasi Puskesmas, Klinik Pratama, Tempat Praktik Mandiri Dokter, dan Tempat Praktik Mandiri Dokter Gigi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 1422); dan

c. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 27 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 46 Tahun 2015 tentang Akreditasi Puskesmas, Klinik Pratama, Tempat Praktik Mandiri Dokter, dan Tempat Praktik Mandiri Dokter Gigi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 929),

dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 37

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

About farset

Situs http://gudangilmu.farmasetika.com/ merupakan sebuah website tutorial yang berisi “Gudang Ilmu Farmasi” atau kumpulan tulisan maupun data (database) dan fakta terkait kefarmasian yang dikategorikan kedalam pengetahuan yang cenderung tidak berubah dengan perkembangan zaman.

Check Also

Susunan Konsil Kesehatan Indonesia 2024-2028

GudangIlmuFarmasi – Berikut adalah susunan pengurus konsil kesehatan indonesia masa bakti 2024-2028 sesuai amanat Undang–Undang Republik …