GudangIlmuFarmasi – Kementrian Kesehatan mengeluarkan CETAK BIRU (BLUEPRINT) STRATEGI TRANSFORMASI DIGITAL KESEHATAN dalam Keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes) nomor HK.01.07/MENKES/1559/2022 tentang PENERAPAN SISTEM PEMERINTAHAN BERBASIS ELEKTRONIK BIDANG KESEHATAN DAN STRATEGI TRANSFORMASI DIGITAL KESEHATAN.
Daftar Isi
BAB I SITUASI DAN TANTANGAN KESEHATAN DIGITAL INDONESIA (Klik Disini)
BAB II TRANSFORMASI TEKNOLOGI KESEHATAN
A. Prioritas Transformasi Teknologi Kesehatan
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2020 tentang Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024 telah mensyaratkan adanya upaya perubahan tata kelola pembangunan kesehatan yang meliputi integrasi sistem informasi, penelitian, dan pengembangan kesehatan. Proses digitalisasi kesehatan di tingkat nasional hingga daerah tentu tidaklah mudah dan memerlukan perencanaan. Oleh karena itu, proses digitalisasi kesehatan baik di tingkat nasional hingga daerah perlu dimulai direncanakan dengan seksama. Hal tersebut dirancang dalam peta jalan transformasi teknologi kesehatan.
Kegiatan Prioritas Transformasi Teknologi Kesehatan akan dibagi menjadi 3 (tiga) bagian kegiatan utama seperti terlihat dalam (Gambar 3).
Bagian pertama Transformasi Teknologi Kesehatan adalah Integrasi dan Pengembangan Data Kesehatan. Hal ini dibagi menjadi Integrasi Sistem Data Kesehatan dan Pembangunan Sistem Analisis Big Data Kesehatan. Kegiatan ini memiliki luaran utama yaitu meningkatkan mutu kebijakan kesehatan berbasis data yang akurat, mutakhir, dan lengkap.
Bagian kedua adalah Integrasi dan Pengembangan Aplikasi Pelayanan Kesehatan. Kegiatan ini memiliki 3 program kegiatan, yakni Mengembangkan Aplikasi Kesehatan yang Terintegrasi, Peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) Kesehatan dengan kemampuan informatika kesehatan, dan Mendirikan Helpdesk terpusat di Kemenkes. Keluaran ini adalah efisiensi pelayanan kesehatan di Fasilitas pelayanan kesehatan di setiap lini (FKTP dan FKRTL).
Bagian ketiga adalah Pengembangan Ekosistem Teknologi Kesehatan. Pada kegiatan ini, Kemenkes memiliki 3 program utama, yakni Perluasan Teknologi Telekesehatan, Pengembangan Ekosistem Produk Inovasi Teknologi Kesehatan dan Integrasi Riset Bioteknologi Kesehatan. Keluarannya adalah menciptakan kolaborasi dan ekosistem inovasi digital kesehatan antara pemerintah, universitas, industri, dan masyarakat umum.
B. Peta Jalan Transformasi Teknologi Kesehatan
Tahun 2021:
Kegiatan Integrasi & Pengembangan Sistem Data Kesehatan berfokus pada Desain arsitektur tata kelola satu data kesehatan berbasis individu (Integrated Electronic Health Record)
Target pengembangan berfokus pada desain arsitektur yang memiliki tujuan agar setiap individu memiliki data kesehatan yang terintegrasi. Data tersebut memerlukan tata kelola yang terintegrasi dengan sistem aplikasi kesehatan yang berfokus pada desain arsitektur platform, interoperabilitas sistem kesehatan, keamanan dan infrastrukturnya. Kemudian, kegiatan selanjutnya adalah Pengembangan Ekosistem Teknologi Kesehatan sebagai asesmen ekosistem dan uji coba regulatory sandbox dalam inovasi teknologi kesehatan.
Tahun 2022:
Pengembangan sistem Big Data yang sudah terintegrasi
Pengembangan sistem big data mencakup sistem kesehatan berbasis individu yang meliputi pandemi, keluarga sehat, dan stunting. Hal ini akan fokus pada jumlah sistem data kesehatan yang sudah terintegrasi dengan pusat. Kegiatan Integrasi & Pengembangan Sistem Aplikasi Kesehatan akan dikembangkan menjadi platform sistem Fasilitas pelayanan kesehatan terintegrasi.
Tahun 2023:
Implementasi Sistem Analisis Kesehatan
Pada tahun 2023 diharapkan adanya peningkatan variabel data individu dari tahun 2022, yakni meningkatnya sistem data yang terintegrasi. Hal ini diwujudkan dengan pengimplementasian sistem analisis kesehatan yang berbasis artificial intelligence. Implementasi ini ditandai dengan adanya perluasan perizinan dan implementasi produk teknologi inovasi bioteknologi di Fasilitas pelayanan kesehatan , peningkatan layanan telekesehatan di FKTP sebagai layanan kunjungan, dan kebijakan tentang kesehatan digital.
Tahun 2024:
Perluasan Implementasi Transformasi Digital Kesehatan Indonesia
Fokus yang dilakukan pada tahun- tahun sebelumnya diharapkan dapat memastikan implementasi transformasi digital kesehatan di Indonesia terarah pada perluasan tata kelola kesehatan terintegrasi di Indonesia, perluasan integrasi aplikasi pelayanan kesehatan, dan perluasan ekosistem inovasi kesehatan Indonesia. Kegiatan pada tahun 2024 merupakan kelanjutan dari kegiatan pada tahun 2023 yang dilakukan pada prioritas di beberapa wilayah Indonesia. Pada tata kelola data cakupan 2024 mencakup seluruh wilayah di Indonesia sehingga diharapkan dapat memiliki pengelolaan data kesehatan berbasis individu yang terintegrasi. Sama halnya dengan basis lokasi fisik, diharapkan 100% fasilitas pelayanan kesehatan dapat memiliki sistem yang terintegrasi. Pada tahun 2024 ini lebih difokuskan pada perluasan apa yang sudah menjadi target di tahun sebelumnya yaitu Indonesia telah memiliki sistem transformasi digital yang baik, terintegrasi baik dari data berbasis individu, sistem aplikasi kesehatan di Fasilitas pelayanan kesehatan , SDM kesehatan yang memadai mengenai literasi digital, hingga banyaknya produk bioteknologi yang diimplementasikan ke Fasilitas pelayanan kesehatan hingga perluasan pelayanan telekesehatan di FKTP.
C. Integrasi dan Pengembangan Data Kesehatan
Kegiatan Integrasi dan Pengembangan Data Kesehatan ini memiliki beberapa sub-kegiatan. Pertama, yaitu membangun Sistem Kesehatan Nasional yang Berbasis Individu atau Integrated Electronic Medical and Health Record. Kedua, yaitu Integrasi Sistem Data Kesehatan antar layanan sistem elektronik instansi kesehatan di pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan juga industri kesehatan. Ketiga, yaitu pembangunan Sistem Analisis Big Data Kesehatan. Sub-kegiatan ini akan membangun ekosistem big data kesehatan yang berbasis analisis kecerdasan buatan (artificial intelligence) baik di level pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Kegiatan ini memiliki luaran utama yaitu meningkatkan mutu kebijakan kesehatan berbasis data yang akurat, mutakhir, dan lengkap.
Beberapa masalah akibat sistem data kesehatan yang tidak terintegrasi diantaranya adalah underreporting dan kelengkapan yang rendah. Hal ini akan mempengaruhi kualitas data yang telah dikumpulkan. Keputusan kesehatan yang tidak didasarkan pada data yang berkualitas akan berdampak buruk terhadap kesehatan masyarakat. Pelaksanaan kegiatan sesuai peta jalan transformasi teknologi kesehatan ini dimulai pada tahun 2021. Di tahun ini akan dikembangkan desain arsitektur tata kelola satu data kesehatan berbasis individu (Integrated Electronic Health Record). Pada tahun 2022 akan dilanjutkan dengan pengembangan sistem big data berbasis Integrated EHR yang telah dikembangkan sebelumnya. Kemudian, implementasi sistem analisis big data kesehatan yang berbasis artificial intelligence akan mulai difokuskan pada tahun 2023. Hingga implementasi pada tahun 2024 diharapkan dapat memperluas cakupan implementasi dan pemanfaatan sistem big data.
Integrasi dan pengembangan data kesehatan diperlukan untuk meningkatkan mutu kebijakan kesehatan yang berbasis analisis data. Program ini akan menarget komponen stakeholder mulai dari tingkat dinas kesehatan dan lembaga nasional (misal BPJS), provider kesehatan/Fasilitas pelayanan kesehatan, dan industri kesehatan.
D. Integrasi dan Pengembangan Aplikasi Kesehatan
Sistem Informasi Teknologi Kesehatan terus berkembang maka pengembangan aplikasi kesehatan turut diperlukan untuk mengoptimalkan pelayanan dan manajemen kesehatan di berbagai level pelayanan kesehatan. Sasaran kegiatan tersebut adalah puskesmas, klinik, balai kesehatan, rumah sakit, laboratorium, apotek, dan dinas kesehatan. Luaran yang diharapkan adalah optimalisasi pelayanan dan manajemen kesehatan pada tingkat puskesmas, klinik, rumah sakit, laboratorium, dan apotek dengan dukungan aplikasi yang efisien dan terintegrasi.
Pengintegrasian aplikasi kesehatan akan berfokus pada integrasi dan digitalisasi layanan tanggap darurat kesehatan, pelayanan primer, pelayanan farmakes, pelayanan kesehatan rujukan, pembiayaan kesehatan, manajemen SDM kesehatan, vaksinasi COVID-19, manajemen internal Kemenkes, dan infrastruktur Kemenkes. Layanan yang sangat bervariasi tersebut membutuhkan suatu platform yang mencakup kesembilan layanan kesehatan.
E. Penguatan Ekosistem Teknologi Kesehatan
Dari tahun ke tahun, jumlah para pengembang teknologi digital bidang Kesehatan ini semakin meningkat. Sebagian besar pengembang ini telah bekerja sama dengan pemerintah yang tercatat secara resmi di Kementerian Komunikasi dan Informatika sebagai Penyelenggara Sistem dan Transaksi Elektronik. Namun sampai saat ini, belum ada satupun para pengembang teknologi digital bidang Kesehatan, memperoleh naungan di Kementerian Kesehatan. Sejauh ini, para pengembang hanya mendapatkan naungan melalui Perjanjian Kerjasama. Oleh karena itu, diperlukan sebuah pendekatan baru dalam menyusun regulasi yang mampu mengejar cepatnya agilitas teknologi digital bidang Kesehatan.
1. Perluasan Teknologi Telekesehatan
Era disrupsi digital di bidang kesehatan tidak dapat dilakukan secepat di bidang lain seperti e-commerce dan perbankan, namun bertahap dan terukur sektor kesehatan Indonesia dapat mengadopsi teknologi kesehatan dengan pesat. Salah satu teknologi yang diadopsi dengan cepat adalah teknologi telekesehatan yang banyak dikembangkan oleh inovator swasta dalam bentuk perusahaan start-up digital. Adanya pandemi COVID-19 membuat penggunaan telekesehatan bertambah luas. Penggunaan telekesehatan ini berkaitan dengan target pemerintah dalam mencapai Universal Health Coverage (UHC) minimal 95% dari jumlah penduduk atau secara nasional sebanyak 257,5 juta jiwa pada tahun 2020. Teknologi telekesehatan ini juga dapat menjadi solusi keterbatasan infrastruktur dan sumber daya manusia kesehatan yang menjadi penyebab terbatasnya akses pelayanan kesehatan bagi masyarakat.
2. Pengembangan Ekosistem Produk Inovasi Teknologi Kesehatan
Implementasi Regulatory Sandbox dan inkubasi pengembangan inovasi Teknologi Kesehatan 4.0 merupakan tanggung jawab pemerintah untuk mengidentifikasi peluang atau peningkatan regulasi baru karena publik dapat didorong untuk berpartisipasi dan ikut menciptakan atau bahkan mendukung setiap inovasi tersebut. Regulatory Sandbox menjadi penting karena dapat mengakomodir beberapa fungsi, diantaranya: (1) menguji sebuah peraturan berdasarkan kondisi riil yang terjadi dengan lebih cepat dan tepat, (2) menjembatani kebutuhan antara pengembang industri kesehatan digital dengan regulator kesehatan, (3) memberikan jaminan kepada investor yang ingin berinvestasi pada perusahaan rintisan yang berkaitan dengan bidang kesehatan.
3. Integrasi Riset Bioteknologi Kesehatan
Dalam Implementasi integrasi riset bioteknologi, ekosistem regulasi yang ada perlu menyoroti dilema dalam mengelola inovasi tanpa menghentikannya karena terlalu banyak kekakuan dan kompleksitas. Pentingnya ruang diskusi antara Kementerian Kesehatan dan startup (Collaborative Sandbox) untuk memberikan inovasi dalam menyelesaikan permasalahan kesehatan dengan produk/jasa berbasis bioteknologi. Adapun kebutuhan utama adalah perlunya kepastian hukum yang mengatur pengembangan riset terkait bioteknologi di Indonesia.
F. Tata Kelola Organisasi Transformasi Digital Kementerian Kesehatan RI
Kepemimpinan dan tata kelola yang efektif dari proses pengembangan visi meningkatkan transparansi dan kredibilitas, memfasilitasi panduan, dan memastikan bahwa mekanisme untuk menyetujui, mendukung, dan memiliki visi Kesehatan Digital nasional telah terencana. Manajemen yang efektif memastikan bahwa proses dilakukan secara terstruktur dan tepat waktu dengan konsultasi pemangku kepentingan yang tepat. Struktur organisasi pada manajemen Transformasi Teknologi Kesehatan dibentuk melalui pembagian Tim Manajemen Transformasi Digital yang terdiri dari Tim Operasional, Tim Teknologi, Tim Pengembangan Produk, dan Tim Pengelolaan Data. Kemudian terdapat juga delapan Sub-Kelompok Kerja (Tribe) yaitu; Tribe Layanan Primer, Tribe Layanan Sekunder, Tribe Ketahanan Farmalkes, Tribe Ketahanan Kesehatan, Tribe Pembiayaan Kesehatan, Tribe SDM Kesehatan, Tribe Manajemen Internal, dan Tribe Bioteknologi.
1. Peranan Digital Transformation Office dalam Mewujudkan Transformasi Digital
Tim Khusus Transformasi Digital Kesehatan atau Digital Transformation Office (DTO) Kemenkes RI memiliki beberapa tanggung jawab besar dalam mewujudkan transformasi digital kesehatan, antara lain membuat perencanaan dan pengelolaan proses pengembangan visi, mengumpulkan berbagai informasi, menganalisis dan menyusun visi Kesehatan Digital nasional, melakukan penelitian dan konsultasi pemangku kepentingan, serta melakukan harmonisasi dan sentral pengembangan teknologi informasi terkait dengan transformasi digital kesehatan.
DTO juga melakukan integrasi secara menyeluruh pada proses transformasi digital di lingkup pemerintahan. Integrasi yang dilakukan merupakan dari sisi tata kelola kebijakan, integrasi teknis, dan integrasi sumber daya manusia. Integrasi tersebut menghasilkan transformasi digital yang cepat dan adaptif terutama dalam menjawab kebutuhan- kebutuhan utama bidang kesehatan di masa pandemi. DTO Kemenkes RI telah mendapatkan berbagai rekognisi apresiasi baik secara formal dan informal (penghargaan melalui sentimen positif masyarakat di media sosial).
2. Peran Satuan Kerja dalam Transformasi Digital
DTO, Pusdatin dan satuan kerja saling berkolaborasi dalam mewujudkan transformasi digital. Satker terkait melakukan perencanaan, memberikan arahan dan substansi atas riset produk dan layanan yang dapat dikembangkan. Kolaborasi antar satker dengan Pusdatin dan DTO menjadi kunci keberhasilan proses ini. Setelah itu, tim Pusdatin dan DTO akan melakukan pengembangan aplikasi secara terpusat. Satker terkait kemudian melakukan uji coba aplikasi bersama DTO dan Pusdatin. Selanjutnya satker melakukan implementasi lapangan sambil terus mengevaluasi aplikasi tersebut. DTO dan Pusdatin akan mendukung implementasi dengan melakukan monitoring dan evaluasi (Gambar 5).