GudangIlmuFarmasi – Sebuah campuran yang terdiri dari minyak dan air dapat dicampurkan dengan penambahan bahan lain yang disebut emulgator. Namun, berapa banyak emulgator yang harus ditambahan akan mempengaruhi kestabilan campuran emulsi tersebut.
HLB dan Emulgator
HLB adalah singkatan dari Hydrophylic-Lipophylic Balance adalah nilai untuk mengukur efisiensi emulgator yang digunakan. menciptakan suatu skala sembarang berupa nilai-nilai yang berfungsi sebagai ukuran keseimbangan hidrofilik-lipofilik surfaktan, dengan menggunakan sistem angka. makin tinggi HLB suatu senyawa, makin hidrofilik senyawa tersebut.
Dalam pembuatan suatu emulsi, pemilihan emulgator merupakan faktor yang penting untuk diperhatikan karena mutu dan kestabilan suatu emulsi banyak dipengaruhi oleh emulgator yang digunakan. Emulgator sering dikombinasikan untuk membentuk emulsi yang lebih baik yaitu emulgator dengan keseimbangan hidrofilik dan lipofilik yang diinginkan. Emulgator yang memiliki nilai HLB adalah golongan emulgator surfaktan.
Secara kimia molekul surfaktan terdiri atas gugus polar dan non polar. Apabila surfaktan dimasukkan ke dalam sistem yang terdiri dari air dan minyak, maka gugus polar akan mengarah ke fase air sedangkan gugus non polar akan mengarah ke fase minyak. Griffin menyusun suatu skala ukuran HLB surfaktan yang dapat digunakan menyusun daerah efisiensi HLB optimum untuk setiap fungsi surfaktan. HLB butuh minyak yang digunakan juga perlu diketahui. Pada umumnya nilai HLB butuh suatu minyak adalah tetap untuk setiap emulsi tertentu dan nilai ini di tentukan berdasarkan percobaan. Menurut Griffin, nilai HLB butuh setara dengan nilai HLB surfaktan yang digunakan untuk mengemulsikan minyak dengan air sehingga membentuk suatu emulsi yang stabil.
Contoh :
R/ paraffin cair 20% HLB 12
Emulgator 5%
Air ad 100%
Untuk membuat emulsi yang sesuai nilai HLB yang dibutuhkan, penggunaan surfaktan sangat diperlukan. Namun nilai HLB yang dimiliki surfaktan tidak ada yang sama persis dengan nilai HLB yang dibutuhkan untuk membuat emuls tersebut. Maka dari itu solusinya pengunaan kombinasi surfaktan dengan nilai HLB rendah dan tinggi akan memberikan hasil yang lebih baik.hal ini disebabkan karena dengan mengunakan kombinasi emulgator yang akan diperoleh nilai HLB butuh minyak, misalnya pada emulsi tersebut diatas dengan mengunakan kombinasi tween 80 (HLB 15) dan span (HLB 4,3 ) diperlukan perhitungan jumlah masing-masing emulgator.jumlah tersebut dihitung melalui cara berikut :
Jumlah emulgator yang dibutuhkan = 5% x 100 g =5 g
Misalkan jumlah tween 80 = a g, maka span 80 =(5- a) g
Persamaan :
( ax 15)+(5-a) x (4,3) =(5×12)
15a + 21,5 – 4,3 a = 60
10,7 a =38,5
a = 3,6
jadi, jumlah tween 80 yang dibutukan = 3,6 g
jumlah span 80 yang dibutuhkan = (5-3,6) g =1,4 g
Emulsi umumnya dibuat dari dua fase dimana yang memiliki tegangan antarmuka. Emulsi merupakan salah satu contoh dari koloid metastabil. Fase dispers pada emulsi dianggap sebagai fase dalam dan medium dispers sebagai fase luar atau fase kontinyu. Setelah diperhitungkan nilai HLB yang dibutuhkan untuk sebuah sediaan emulsi dilakukan proses pembuatan sediaan yang kemudian dilakukan evaluasi stabilitas sediaan emulsi.
Peran ahli farmasi dalam merancang sediaan emulsi
Peran ahli farmasi dalam formulasi sebuah sediaan emulsi sangatlah besar. Nilai HLB ditentukan dengan eksperimen yang selalu diperhitungkan untuk mendapatkan nilai HLB yang menghasilkan emulsi yang stabil dalam penyimpanan. Menentukan emulgator yang digunakan juga merupakan hal yang sangat penting dalam formulasi. Semua aspek yang dipertimbangkan hanya bertujuan untuk mendapatkan suatu sediaan emulsi yang stabil secara fisik. Karena saat sediaan itu dinyatakan stabil secara fisik dapat dianggap akan berkhasiat baik. kestabilan sediaan juga dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal seperti penyimpanan ditempat yang sesuai agar tidak terjadi kerusakan.
Kerusakan pada sediaan emulsi dapat dilihat secara organoleptis terlihat adanya perubahan bentuk terpisahnya fase minyak dan fase air yang ditandai dengan adanya bulir-bulir minyak diatas permukaan sediaan, perubahan warna pun terlihat jelas dari spesifikasi awal produk, perubahan bau terlihat jelas dari aroma biasanya berbau tengik yang berasal dari fase minyak yang dapat teroksidasi, dan pengendapan.
Dengan menghitung nilai HLB sebelum membuat sebuah sediaan emulsi dapat mempermudah mendapatkan formula yang stabil karena kebuhan surfaktan yang dibutuhkan dapat terhitung dengan jelas. Selanjutnya memilih metode pencampuran emulsi dan menghindari faktor-faktor eksternal yang dapat menyebankan kerusakan dari sediaan emulsi. Ketidakstabilan emulsi dapat terjadi karena penggunaan emulgator yang tidak sesuai, selain itu penurunan suhu yang tiba-tiba dapat menyebabkan emulsi menjadi tidak stabil. Penambahan air secara langsung dalam campuran juga mempengaruhi pembentukan emulsi yang tidak stabil.
DAFTAR PUSTAKA
Anief.(2000), Ilmu Meracik Obat, Teori dan Praktek.Jogjakarta: Gadjah Mada University press
Ansel, H.C. 2005. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, penerjemah Farida Ibrahim. Pernebit : UI. Jakarta.
Faridha, Y., et al. 2015. Formulasi dan Uji Stabilitas Fisik Krim Susu Kuda Sumbawa dengan Emulgator Nonionik dan Ionik. Universitas Islam Negeri Alauddin; Makassar
Lachman Leon, 2007. Teori dan Praktek Farmasi Industri, Edisi Ketiga. Penerbit Universitas Indonesia Press : Jakarta.
Martin, A. 2008.Farmasi Fisika, Buku I. UI Press : Jakarta
Penulis : Hairunisa, Program Magister Ilmu Farmasi, Konsentrasi Farmasetika dan Teknologi Farmasi