GudangIlmuFarmasi – Sediaan farmasi merupakan suatu produk yang tersusun atas bahan aktif dan bahan tambahan (eksipien). Eksipien memegang perang penting dalam keberhasilan formulasi produk.
Pemilihan eksipien harus dilakukan secara tepat dan disesuaikan dengan tujuan produk, sifat bahan aktif obat, dan bentuk sediaan produk. Bentuk sediaan yang berbeda membutuhkan penggunaan jenis eksipien yang berbeda pula.
Emulsi merupakan suatu sistem yang secara termodinamika tidak stabil yang mengandung paling sedikit dua fase cair yang tidak saling tercampurkan.
Pada sediaan emulsi, diperlukan eksipien yang membantu untuk menstabilkan sistem yaitu agen pengemulsi. Lecithin/lesitin merupakan salah satu agen pengemulsi yang dapat menurunkan tegangan permukaan pada sistem emulsi dan sering digunakan dalam industri farmasi, kosmetik, dan pangan.
Daftar Isi
Zat aktif dan eksipien dalam sediaan obat
Sediaan farmasi seperti obat dan kosmetik merupakan suatu produk yang terdiri dari beberapa komponen seperti zat aktif (API) dan bahan tambahan lainnya (eksipien). Setiap komponen ini memiliki fungsinya masing-masing.
Zat aktif sediaan berperan dalam memberikan efek terapi yang menjadi tujuan utama dibuatnya suatu produk obat atau kosmetik. Bahan tambahan atau eksipien digunakan untuk mendukung terbentuknya produk yang sesuai dengan meningkatkan stabilitas zat aktif, meningkatkan keamanan produk, dan meningkatkan efektifitas produk. Eksipien farmasi merupakan suatu bahan yang ditambahkan ke dalam formulasi produk selain zat aktif dengan tujuan tertentu.
Peran eksipien dalam formulasi
Eksipien memegang peran penting dalam keberhasilan formulasi yang diinginkan terhadap produk. Pada umumnya, jumlah eksipien yang digunakan lebih banyak dibandingkan dengan zat aktif produk tersebut. Oleh karena itu, dalam pemilihan eksipien perlu dilakukan peninjauan sebelumnya. Adapun sifat-sifat eksipien dikatakan ideal dan dapat digunakan dalam produk adalah tidak toksik, tidak reaktif, stabil, inert atau tidak menimbulkan reaksi yang dapat merubah efek terapi zat aktif, efisien, dan ekonomis atau mudah diperoleh.
Sediaan cair obat
Larutan merupakan sediaan cair yang mengandung satu atau lebih senyawa kimia yang dilarutkan dalam pelarut tertentu yang dapat digunakan secara oral maupun topical. Larutan oral adalah sediaan cair yang mengandung bahan obat serta bahan tambahan lainnya seperti pewarna dan pemanis yang larut dalam pelarut tertentu dan penggunaannya ditujukan secara oral. Adapun contoh dari larutan oral adalah sirup dan eliksir.
Larutan topikal adalah larutan yang mengandung bahan obat dan biasanya dilarutkan dalam air walaupun terdapat beberapa sediaan yang mengandung pelarut lain seperti etanol yang penggunaannya ditujukan secara topikal atau diaplikasian pada kulit.
Penggunaan sediaan cair biasanya ditujukan untuk pasien anak-anak (pediatric) dan pasien lanjut usia (geriatric). Berdasarkan sistemnya, sediaan cair dibagi menajdi dua jenis yaitu sediaan cair monofasik dan sediaan cair bifasik. Sediaan cair monofasik merupakan sediaan yang hanya tersusun dari satu sistem atau satu fase seperti sirup, sedangkan sediaan cair bifasik adalah sediaan yang tersusun dari dua sistem atau dua fase seperti emulsi dan suspensi.
Sirup merupakan salah satu contoh dari sediaan cair tipe monofasik. Terdapat beberapa eksipien ynag biasa digunakan dalam sediaan cair tipe bifasik yaitu wetting agent, defloculant dan dispersing agent, flocculating agent, emulsifying agent (emulgator), suspending agent, dan viscosity modifier.
Sediaan emulsi
Emulsi merupakan suatu sistem yang secara termodinamika tidak stabil yang mengandung paling sedikit dua fase cair yang tidak saling tercampurkan dimana salah satu fasenya akan didispersikan dalam fase cair lainnya sebagai globula. Secara umum, emulsi dibagi menjadi dua jenis yaitu emulsi minyak dalam air (M/A) atau oil in water (O/W) dimana minyak sebagai fase internal (terdispersi) dan air sebagai fase eksternal (pendispersi) serta emulsi air dalam minyak (A/M) atau water in oil (W/O) dimana minyak sebagai fase internal (terdispersi) dan air sebagai fase eksternal (pendispersi). Mentega, susu, es krim, lotion, pelembab bibir, dan cat bangunan merupakan contoh-contoh dari emulsi yang sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Contoh sederhana untuk menggambarkan sistem emulsi adalah air dan minyak. Sudah menjadi informasi umum bahwa minyak dan air tidak saling tercampurkan. Ketika air dan minyak dicampurkan dalam satu wadah maka akan terbentuk dua lapisan yang terpisah dimana lapisan atas merupakan minyak dan lapisan bawah merupakan air.
Kedua bahan ini tidak akan saling bercampur hingga homogen walaupun telah dikocok. Apabila campuran kedua bahan ini dikocok maka minyak hanya akan terdispersi dalam air dan dalam beberapa menit kemudian, molekul-molekul minyak akan kembali berkumpul ke permukaan atas membentuk suatu lapisan seperti sebelum dikocok. Oleh karena itu, agar sistem emulsi stabil dan kedua fasa tidak memisah, digunakan suatu bahan yaitu bahan pengemulsi (emulsifier).
Bahan pengemulsi atau emulsifier merupakan substansi yang memiliki sisi hidofobik dan sisi hidrofilik. Ketika bahan pengemulsi dimasukkan ke dalam campuran bahan sistem emulsi, sisi hidrofilik akan bertemu dan menarik fase air sedangkan sisi hidrofobiknya akan bertemu dan menarik fase minyak sehingga kedua fasa ini tidak saling terpisahkan dan sistem emulsi menjadi lebih stabil.
Penerapan sederhana bahan pengemulsi ini dapat dilihat dalam pembuatan es krim dimana diketahui bahwa bahan-bahan dasar es krim terdiri dari susu, krim kocok, gula, pewarna, dan perasa yang memiliki karakter yang berbeda. Untuk menyatukan semua bahan-bahan tersebut, ditambahkan kuning telur karena di dalam kuning telur terkandung suatu senyawa bernama lecithin yang berperan sebagai bahan pengemulsi (emulsifier).
Mengenal emulgator lesitin
Emulsifying agent atau emulgator merupakan suatu agen pengemulsi yang memiliki sisi hidrofilik dan hidrofobik pada strukturnya dimana ketika emulgator ditambahkan ke dalam sistem emulsi, sisi hidrofobiknya akan berikatan dengan senyawa non polar dan sisi hidrofiliknya akan berikatan dengan senyawa polar sehingga sistem emulsi menjadi lebih stabil. Adapun beberapa kategori dari emulsifying agent yaitu hydrophilic colloids, surface-active agent, dan finely divided solid.
Terdapat dua jenis emulsifying agent kategori finely divided solid yaitu polar contohnya logam berat dan non polar contohnya karbon, sedangkan terdapat empat jenis kategori surface-active agent yaitu kationik seperti ammonium kuartener; non ionic seperti alkohol teretoksilasi; amfolitik seperti ammonium fosfat dan senyawa kuartener, serta anionic seperti sabun, hemiester, dan sulfat. Terdapat beberapa agen pengemulsi yang biasa digunakan adalah gom arab, gelatin, pektin, lecithin, bentonite, tragakan, surfaktan, ganggang laut seperti agar-agar, alginate, dan caragen. Lecithin merupakan suatu phospholipid penyusun membran sel dan merupakan lemak yang sangat penting dalam sel-sel tubuh makhluk hidup.
Lecithin dapat ditemukan pada berbagai jenis tumbuhan seperti bunga matahri, jagung, kedelai, dan biji kapas. Selain itu, lechitin juga dapat ditemukan pada kuning telur. Dalam industri farmasi, lechitin telah sering digunakan sebagai agen pengemulsi, agent penstabil, dana gen pendispersi. Lecithin murni berbentuk serbuk atau granul yang mengandung sekitar 95-98% fosfatida yang akan berubah menjadi cair ketika dicampurkan dengan minyak sayur.
Lecithin merupakan salah satu agen pengemulsi yang dapat menurunkan tegangan permukaan pada sistem emulsi. Lecithin tersusun atas fosfolipida sengan inositol, etanolamina, dan fosfatidikolin. Lecithin dari telur mengandung phosphatidycoline dan phosphatidylethanolamine. Sedangkan lechitin dari kedelai mengandung phosphatidylinositol, phosphatidycoline dan phosphatidylethanolamine. Selain di industri farmasi, lecithin juga kerap dimanfaatkan sebagai agen pengemulsi dalam produk makanan seperti coklat, es kri, margarin, roti, dan pengembang kue.
Lecithin dari telur merupakan lecithin yang paling sering digunakan dalam formulasi farmasetikal dan dalam industri kosmetik. Dalam industri farmasi, lecithin digunakan sebagai bahan pembasah (wetting agent), bahan pengemulsi (emulsifier), zat pendispersi (dispersing agent), dan bahan pembawa (vehicles) serta sering digunakan dalam sediaan emulsi untuk injeksi intravena.
Perlu diketahui bahwa hanya terdapat beberapa jenis emulsi yang dapat digunakan untuk injeksi intavena dan dianggap aman, termasuk diantaranya adlaah polisorbat 80, lecithin, dan poloxamer 188. Dalam indsutri kosmetik, lecithin digunakan sebagai bahan pengemulasi dalam sediaan emulsi minyak dalam air (m/a).
FDA menyatakan bahwa lecithin yang diperoleh dari kuning telur dianggap aman untuk digunakan dalam formulasi sediaan farmasi. Perlu diketahui bahwa lecithin tidak beracun karena dapat dimetabolisme sepenuhnya dan tidak seperti bahan pengemulsi sintetik lainnya. Sedangkan untuk lecithin komersial biasanya diperoleh dari minyak kedelai.
Mekanisme lesitin sebagai emulgator
Struktur lechitin tersusun atas lima molekul kecil dengan tulang punggung gliserol yang mengikat tiga molekul lainnya. Dua dari molekul yang terikat pada gliserol meruaka asam lemak yang bersifat hidrofobik. Dua molekul hidrofobik inilah yang menjadikan lecithin memiliki struktur yang hampir mirip dengan lemak.
Satu molekul lainnya yang terikat dengan gliserol merupakan asam fosfat dengan alkohol amino yang mengikatnya disebut dnegan choline. Asam fosfat atau alkohol amino pada stuktur lecithin bersifat hidrofilik. Oleh karena itu, lecithin memiliki ujung rantai yang ebrsifat hidrofobik dan hidrofilik yang menjadikannya dapat digunakan sebagai agen pengemulsi.
Lecithin dapat dikatakan merupakan agen pengemulasi atau emulgator yang baiki karena ujung stukturnya yang bersifat hidrofobik akan larut dalam tetesan minyak dan ujung strukturnya yang bersifta hidrofilik akan larut dalam air. Oleh karena itu, lecithin dapat melindungi tetesan minyak dan tetesan air dalam sistem emulsi sehingga menjadi lebih stabil. Pada umumnya lecithin digunakan sebagai agen pengmulsi (emulsifier) untuk sediaan emulsi minyak dalam air (m/a). Akan tetapi, terdapat beberapa penelitian yang menyatakan bahwa lecithin juga berpotensi dan dapat digunakan sebagai agen pengemulsi sediaan emulsi air dalam minya (a/m).
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, pemanasan yang dilakukan terhadap lecithin dapat menyebabkan perubahan warna dan pada umumnya dianggap tidak menguntungkan untuk kualitas produk. Akan tetapi, setelah dilakukan serangkaian penelitian dalam laboratorium, ditunjukkan bahwa pemanasan pada kondisi tertentu terhadap lecithin dapat meningkatkan sifatnya sebagai agen pengemulsi air dalam minyak (a/m).
Perkembangan di Indonesia
Lecithin biasanya diperoleh dari hewan seperti babi, kambing, kerbau, dan sapi serta dari tumbuhan seperti kacang-kacangan khususnya kedelai. Di Indonesia sendiri, penggunaan lecithin telah tersebar luas di berbagai industri khususnya farmasi dan pangan. Lecithin komersial diperoleh dari kacang kedelai dan dikenal sebagai soylecithin. Saat ini sudah banyak beberapa produsen di Indoneisa yang memproduksi soya lecithin sehingga cukup mudah untuk diperoleh.
Kesimpulan
Penggunaan jenis eksipien berbeda-beda untuk setiap formulasi tergantung pada tujuan dan bentuk sediaan produk. Emulsi merupakan sediaan dengan sistem yang kurang stabil. Oleh karena itu, perlu digunakan eksipien berupa agen pengemulsi. Lecithin merupakan salah satu jenis agen pengemulsi yang dapat digunakan dalam industri farmasi, kosmetik, dan pangan.
Sumber :
Departemen Kesehatan RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Nasution, M.Z, Suryani, A, dan Susanti, I. 2004. Pemisahan dan Karakterisasi Emulsifier dalam Minyak Cacing Tanah (Lumbricus rubellus). Jurnal Teknologi Industri Pertanian. Vol. 13(3): 108-115.
Swarbrick,J. 1992. Encyclopedia of Pharmaceutical technology, Volume 5. New York: Marcel Dekker, Inc.
Wade, Ainley, dan Paul,J.W. 1994. Handbook of Pharmaceutical Excipients, second edition. Washington: American Pharamaceutical Association.
Weete, John. 1994. Improvement of Lecithin as an Emulsifier for Water-In-Oil Emulsions by Thermalization. Journal of the America Oil Chemist’ Society. Vol. 71(7): 731-737.
Penulis : Rania Talinta Layyareza, Program Sarjana Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran