GudangIlmuFarmasi – Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) ditetapkan dengan pertimbangan utama untuk memberikan jaminan sosial yang menyeluruh bagi seluruh rakyat Indonesia, yang terdiri dari jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun dan jaminan kematian. Melalui SJSN,setiap orang memungkinkan untuk mengembangkan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat. Hal ini sesuai amanat UUD 1945 Pasal 28 H ayat (3) yang menyatakan “Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat”.
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) adalah program nasional yang telah diresmikan oleh pemerintah sejak tanggal 1 Januari 2014 yang lalu, dimana hal ini adalah merupakan amanat dari Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Pelaksana Jaminan Sosial (BPJS) yang tercantum dalam pasal 60. Jaminan kesehatan didefinisikan sebagai jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah. Pada era JKN ini untuk pelayanan kesehatan diselenggarakan oleh semua Fasilitas Kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan, salah satunya adalah praktik dokter, praktik dokter gigi, dan praktik dokter layanan primer sebagai Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP).
FKTP adalah fasilitas kesehatan yang melakukan pelayanan kesehatan perorangan yang bersifat non spesialistik untuk keperluan observasi, promotif, preventif, diagnosis, perawatan, pengobatan, dan/atau pelayanan kesehatan lainnya. FKTP yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan harus menyelenggarakan pelayanan kesehatan komprehensif berupa pelayanan kesehatan promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif, pelayanan kebidanan, dan Pelayanan Kesehatan Darurat Medis, termasuk pelayanan penunjang yang meliputi pemeriksaan laboratorium sederhana dan pelayanan kefarmasian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Untuk dapat melakukan kerja sama dengan BPJS Kesehatan, Fasilitas Kesehatan harus memenuhi persyaratan. Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2021 Tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 71 Tahun 2013 Tentang Pelayanan Kesehatan Pada Jaminan Kesehatan Nasional pasal 6 ayat 1 huruf a, praktik dokter, praktik dokter gigi, dan praktik dokter layanan primer yang ingin melakukan kerja sama dengan BPJS Kesehatan sebagai FKTP, harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
- Memiliki Surat Izin Praktik (SIP);
- Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
- Memiliki perjanjian kerja sama dengan laboratorium, APOTEK, dan jejaring lainnya;
- Membuat surat pernyataan kesediaan mematuhi ketentuan yang terkait dengan Jaminan Kesehatan Nasional;
- Memiliki bukti pelaporan pengukuran indikator nasional mutu pelayanan kesehatan.
Merujuk pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 2013 Tentang Standar Tarif Pelayanan Kesehatan Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Dan Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan Dalam Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan berikut peraturan revisiannya, Tarif pelayanan kesehatan pada FKTP, meliputi:
Daftar Isi
1. Tarif Kapitasi
Tarif Kapitasi adalah besaran pembayaran per-bulan yang dibayar dimuka oleh BPJS Kesehatan kepada FKTP berdasarkan jumlah peserta yang terdaftar tanpa memperhitungkan jenis dan jumlah pelayanan kesehatan yang diberikan. Tarif Kapitasi diberlakukan bagi FKTP yang melaksanakan pelayanan kesehatan komprehensif kepada Peserta Program Jaminan Kesehatan berupa Rawat Jalan Tingkat Pertama.
Tarif Kapitasi diberlakukan pada FKTP yang melakukan pelayanan:
- administrasi pelayanan;
- promotif dan preventif;
- pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi medis;
- tindakan medis non spesialistik, baik operatif maupun non operatif;
- obat dan bahan medis habis pakai;
- pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium tingkat pratama.
Merujuk pada Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan Nomor 2 Tahun 2015 Tentang Norma Penetapan Besaran Kapitasi Dan Pembayaran Kapitasi Berbasis Pemenuhan Komitmen Pelayanan Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama, besaran norma kapitasi untuk praktik dokter, praktik dokter gigi, dan praktik dokter layanan primer yang melakukan kerja sama dengan BPJS Kesehatan sebagai FKTP dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel.1 Tabel Norma Penetapan Besaran Tarif Kapitasi Dokter Praktik Perorangan
Pembayaran Kapitasi yang telah disepakati dilakukan berbasis pemenuhan komitmen pelayanan yang dinilai berdasarkan pencapaian indikator dalam komitmen pelayanan yang dilakukan FKTP yang meliputi:
- Angka Kontak (AK);
- Rasio Rujukan Rawat Jalan Kasus Non Spesialistik (RRNS);
- Rasio Peserta Prolanis rutin berkunjung ke FKTP (RPPB).
2. Tarif Non Kapitasi
Tarif Non Kapitasi adalah besaran pembayaran klaim oleh BPJS Kesehatan kepada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama berdasarkan jenis dan jumlah pelayanan kesehatan yang diberikan.
Tarif Non Kapitasi diberlakukan pada FKTP yang melakukan pelayanan kesehatan di luar lingkup pembayaran kapitasi, yang meliputi:
- pelayanan ambulans;
- pelayanan obat program rujuk balik;
- pemeriksaan penunjang pelayanan rujuk balik;
- pelayanan penapisan (screening) kesehatan tertentu termasuk pelayanan terapi krio untuk kanker leher rahim;
- rawat inap tingkat pertama sesuai indikasi medis;
- jasa pelayanan kebidanan dan neonatal yang dilakukan oleh bidan atau dokter, sesuai kompetensi dan kewenangannya;
- pelayanan Keluarga Berencana di FKTP.
Berdasarkan uraian diatas, pertanyaan yang muncul kemudian adalah bagaimanakah posisi apoteker praktek (mandiri) dalam system pelayanan kesehatan tingkat pertama pada konsep Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan bagaimana apoteker sebagai salah satu professional tenaga kesehatan utama mengambil posisi dalam system pelayanan kesehatan JKN tersebut ?
A. APOTEK dan apoteker praktik (mandiri)
APOTEK adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh apoteker. Merujuk pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2018 Tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik Sektor Kesehatan, APOTEK diselenggarakan oleh Pelaku Usaha perseorangan yaitu apoteker.
Persyaratan untuk memperoleh Izin Apotek terdiri atas:
- STRA;
- surat izin praktik apoteker;
- denah bangunan;
- daftar sarana dan prasarana;
- berita acara pemeriksaan.
Seorang apoteker dapat menjalankan operasional apotek setelah mendapatkan surat izin apotek. Surat Izin Apotek yang disingkat SIA adalah bukti tertulis sebagai izin kepada apoteker untuk menyelenggarakan Apotek.
Dari uraian ini, jelas bahwa seorang apoteker secara hukum memiliki posisi yang jelas di APOTEK, yaitu sebagai Pelaku Usaha perseorangan yang diberikan izin untuk menyelenggarakan APOTEK. Sehingga seorang apoteker memiliki legal standing untuk melakukan perikatan perjanjian dengan pihak lain atas nama APOTEK.
B. Kapitasi Farmasi
Pada tahun 2014 pemerintah mulai menetapkan system jaminan kesehatan bagi masyarakat dengan slogan Low cost high quality dan penerapan system tariff kapitasi untuk pembayaran jasa pelayanan kesehatan kepada FKTP. Sistem kapitasi ini menempatkan obat tidak lagi sebagai penghasil uang melainkan sebagai bagian biaya/beban operasional FKTP. Adapun perbedaannya antara sebelum dan sesudah era JKN dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel.2 Kondisi Pelayanan Kefarmasian di FKTPsebelum dan setelah pelaksanaan program Jaminan Kesehatan Nasional
Penerapan system tariff kapitasi dan slogan Low cost high quality pada pelayanan kesehatan bukan hal mudah bagi FKTP untuk berubah mengingat hampir 60% keuangan FKTP dari obat. Ketidak mampuan mengontrol pola peresepan akan menggagu cashflow FKTP dan berpotensi meningkatkan penggunaan obat yang tidak rasional. Begitu juga dengan apoteker praktik (mandiri), akan menerima dampak negative dari penerapan system pelayanan kesehatan dasar JKN ini. APOTEK dan apotekernya pada umumnya masih menerapkan konsep manajemen farmasi di APOTEK “tradisional” yang berorientasi pada target pencapaian omset penjualan obat, yang tentunya sangat berseberangan dengan konsep kapitasi ini dalam hal konsep laba-rugi seperti terlihat pada tabel 3.
Tabel.3 Perbandingan konsep laba-rugi sebelum dan setelah JKN di APOTEK
Selain itu bagi APOTEK yang menerapkan konsep klaim jual-beli untuk kerjasama antara APOTEK dan FKTP (praktik dokter, praktik dokter gigi, dan praktik dokter layanan primer ), justru berakhir dengan target omset penjualan obat yang tidak sesuai dengan ekspektasi yang disebabkan karena :
- FKTP yang cedera janji (melakukan dispensing)
- Jumlah resep yang diterima apotek mitra lebih sedikit dari perkiraan
- Nilai nominal resep yang diterima apotek mitra terlalu kecil dari perkiraan
- Pasien tidak mengambil resep di apotek mitra
Sehingga APOTEK dan apoteker praktik (mandiri) mau-tidak mau harus mengembangkan konsep kapitasi farmasi yang menjadi konsep pembanding untuk dapat menyamakan persepsi dengan FKTP yang juga menggunakan konsep kapitasi ini dalam system pelayanan kesehatan primer JKN.
Kapitasi merupakan system pembayaran per-bulan yang dibayar dimuka oleh BPJS Kesehatan kepada FKTP berdasarkan jumlah peserta yang terdaftar TANPA memperhitungkan jenis dan jumlah pelayanan kesehatan yang diberikan. Dengan definisi kapitasi seperti ini, ada beberapa point terkait system kapitasi yang perlu kita garis bawahi, yaitu:
- Pembayaran dilakukan per-bulan yang dibayar dimuka.
- Tidak memperhitungkan jenis dan jumlah pelayanan kesehatan yang diberikan.
- Besaran kapitasi yang diterima oleh FKTP dihitung berdasarkan jumlah peserta yang terdaftar di FKTP.
Artinya besaran pembayaran kapitasi oleh BPJS Kesehatan yang diterima oleh FKTP setiap awal bulan, berbanding lurus dengan jumlah peserta yang terdaftar di FKTP TANPA memperhitungkan jenis dan jumlah pelayanan kesehatan yang diberikan. Sehingga, karena Konsep Laba layanan kesehatan bagi FKTP yang melakukan kerjasama dengan system kapitasi ini di peroleh dari Selisih antara klaim yang dibayarkan dengan beban operasional yang dikeluarkan FKTP selama pasien dilayani oleh FKTP, maka FKTP harus melakuakan efisiensi terapi dan mengrangi angka kunjungan pelayanan kuratif peserta JKN ke FKTP, dengan tetap melakukan strategi promosi kesehatan untuk menarik peserta sebanyak mungkin ke FKTP nya.
Merujuk pada skema Hubungan antara praktek farmasi klinik di puskesmas dan kebijakan tetang pemanfaatan dana kapitasi oleh puskesmas yang telah terlebih dahulu memiliki regulasi yang lebih lengkap terkait pemanfaatan dana kapitasi yang dibayarkan oleh BPJS Kesehatan tiap bulannya, kita dapat merancang konsep model perhitungan kapitasi farmasi untuk APOTEK yang menjadi jaringan FKTP.
Gambar.1 Skema Hubungan antara praktek farmasi klinik di puskesmas dan kebijakan tetang pemanfaatan dana kapitasi oleh puskesmas
Kapitasi farmasi untuk APOTEK menjadi jaringan FKTP merupakan model perhitungan nilai persentase perkiraan kebutuhan anggaran komponen pelayanan kefarmasian (komponen obat dan komponen jasa pelayanan kefarmasian) untuk terapi suatu penyakit dari total anggaran bersumber kapitasi yang tersedia di FKTP Non-Puskesmas yaitu praktik dokter, praktik dokter gigi, klinik pratama atau yang setara dan rumah sakit kelas D pratama atau yang setara. Ada berapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam perumusan model perhitungan kapitasi farmasi untuk APOTEK yang menjadi jaringan FKTP, yaitu:
- Utilization Rate dari pasien dengan diagnose utama penyakit yang akan dihitung angka kapitasinya dalam wilayah kerja FKTP Non-Puskesmas.
Utilization Rate adalah tingkat pemanfaatan pelayanan kesehatan dilihat dari jumlah kunjungan dibanding populasi (Jumlah peserta JKN yang terdaftar di FKTP), yang setiap satu kurun waktu perlu dilakukan evaluasi demi memperbaiki kualitas suatu pelayanan kesehatan.
- Besaran Jasa Pelayanan Kefarmasian (Jasa Apoteker) untuk terapi penyakit yang akan dihitung angka kapitasinya.
Besaran nilai Jasa Pelayanan Kefarmasian (Jasa Apoteker) masih merupakan masalah klasik dalam kultur praktik kefarmasian oleh apoteker di Indonesia, karena di Indonesia belum mengenal struktur jasa layanan kefarmasian oleh apoteker yang dibebankan kepada penerima manfaat jasa pelayanan kefarmasian.
Namun, dengan konsep model perhitungan kapitasi farmasi untuk APOTEK menjadi jaringan FKTP ini, Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) mau tidak mau harus menetapkan besaran jasa pelayanan obat atas resep dokter diluar nilai harga jual obat.
- Nilai prescription cost untuk terapi penyakit yang akan dihitung angka kapitasinya.
Nilai Prescription cost merupakan nilai nominal obat rata-rata yang dituliskan pada tiap resep untuk tujuan terapi yang besaran nilainya di pengaruhi oleh pemilihan item obat untuk terapi suatu penyakit, dosis terapi, pemilihan bentuk sediaan obat dan durasi pengobatan seperti terlihat pada gambar 2.
Gambar.2 Komponen pembentuk nilai Prescription cost
Secara sederhana nilai prescription cost untuk tiap item obat yang digunakan untuk terapi suatu penyakit dapat dihitung dengan cara berikut:
Keterangan:
- PC : Nilai prescription cost untuk item obat yang digunakan untuk terapi suatu penyakit.
- DDD : Difined Daily Dose atau dosis harian terbagi dari item obat yang digunakan untuk terapi suatu penyakit (http://www.whocc.no/atc_ddd_index/).
- KSO : Kekuatan sediaan obat dari item obat yang digunakan untuk terapi suatu penyakit.
- HSO : Harga satuan terkecil dari item obat yang digunakan untuk terapi suatu penyakit (e-catalogue), ditambah dengan komponen embalage dan operasional pengelolaan obat .
- DP : Durasi pengobatan (hari) untuk penyakit yang akan dihitung angka kapitasinya
- Besaran tarif kapitasi yang diterima oleh FKTP Non-Puskesmas dari BPJS Kesehatan setiap bulan
- Jumlah kepesertaan BPJS Kesehatan yang terdaftar di FKTP Non-Puskesmas.
Secara sederhana persentase komponen pelayanan kefarmasian yang digunakan untuk terapi suatu penyakit dalam besaran tarif kapitasi untuk FKTP NonPuskesmas (AKPF) dapat dihitung dengan cara berikut :
Keterangan:
- AKPF : Persentase komponen pelayanan kefarmasian untuk terapi suatu penyakit dalam besaran tarif kapitasi FKTP Non-Puskesmas
- UR : Utilization Rate dari pasien dengan diagnose utama penyakit yang akan dihitung angka kapitasinya dalam wilayah kerja FKTP Non-Puskesmas.
- JA : Besaran Jasa Pelayanan Kefarmasian (Jasa Apoteker) untuk terapi penyakit yang akan dihitung angka kapitasinya.
- PC : Nilai prescription cost untuk terapi penyakit yang akan dihitung angka kapitasinya.
- TK : Besaran tarif kapitasi yang diterima oleh FKTP Non-Puskesmas dari BPJS Kesehatan setiap bulan
- KT : Jumlah kepesertaan BPJS Kesehatan yang terdaftar di FKTP Non-Puskesmas
Berikut adalah contoh kasus perhitunganKapitasi farmasi untuk APOTEK yang menjadi jaringan FKTP dengan model perhitungan seperti yang diuraikan diatas.
Contoh kasus: apt.Abdullah adalah seorang apoteker praktik (mandiri) pemegang SIA di APOTEK Sehat Farma yang telah melakukan kerjasama dengan dr.Aisyah yang berpraktek sebagai FKTP mitra BPJS Kesehatan. dr.Aisyah dan apt.Abdullah berpraktek di kota Sejahtera dengan populasi penduduk 500.000 jiwa dimana ±85% diantaranya telah menjadi peserta JKN dan 7.500 orang diantaranya terdaftar sebagai peserta JKN di FKTP dr.Aisyah. Tarif kapitasi yang diterima oleh FKTP dr.Aisyah adalah sebesar Rp. 8.000,00. Pada bulan depan diperkirakan akan terjadi peningkatan kunjungan pasien dengan kasus Demam Tifoid (No ICPC-2 : D70 Gastrointestinal infection; No ICD-10 : A01.0 Typhoid fever) dengan perkiraan sebanyak 10 kasus/bulan. Jika besaran jasa pelayanan apoteker yang ditetapkan oleh PC.IAI Kota Sejahtera untuk pelayanan obat atas resep dokter sebesar Rp. 5.000,00/lembar resep. Berapakah perkiraan Kapitasi farmasi untuk apt.Abdullah (APOTEK Sehat Farma) yang menjadi jaringan FKTP dr.Aisyah untuk terapi kasus Demam Tifoid pada bulan depan ? |
Penyelesaian: Tentukan besaran nilai faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam perumusan model perhitungan kapitasi farmasi untuk APOTEK menjadi jaringan FKTP.Perkiraan Utilization Rate dari pasien dengan diagnose utama Demam Tifoid pada FKTP dr.Aisyah di bulan depan sebesar: Besaran Jasa Pelayanan Kefarmasian (Jasa Apoteker) yang ditetapkan oleh PC.IAI Kota Sejahtera untuk pelayanan obat atas resep dokter sebesar Rp. 5.000,00/lembar resep.Simulasi Perhitungan Nilai Prescription Cost Standar/Normatif Untuk Demam Tifoid(No ICPC-2 : D70 Gastrointestinal infection; No ICD-10 : A01.0 Typhoid fever). Sumber: Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor Hk.02.02/MENKES/514/2015 Tentang Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama Halaman 125. Terapi standar: DEMAM TIFOID No ICPC-2 : D70 Gastrointestinal infection No ICD-10 : A01.0 Typhoid fever Penatalaksanaan: Terapi suportif dapat dilakukan dengan: Istirahat tirah baring dan mengatur tahapan mobilisasi Menjaga kecukupan asupan cairan, yang dapat diberikan secara oral maupun parenteral. Diet bergizi seimbang, konsistensi lunak, cukup kalori dan protein, rendah serat. Konsumsi obat-obatan secara rutin dan tuntas Kontrol dan monitor tanda vital (tekanan darah, nadi, suhu, kesadaran), kemudian dicatat dengan baik di rekam medik pasien Terapi simptomatik untuk menurunkan demam (antipiretik) dan mengurangi keluhan gastrointestinal. Terapi definitif dengan pemberian antibiotik. Antibiotik lini pertama untuk demam tifoid adalah Kloramfenikol, Ampisilin atau Amoksisilin (aman untuk penderita yang sedang hamil), atau Trimetroprim-sulfametoxazole (Kotrimoksazol). Bila pemberian salah satu antibiotik lini pertama dinilai tidak efektif, dapat diganti dengan antibiotik lain atau dipilih antibiotik lini kedua yaitu Seftriakson, Sefiksim, Kuinolon (tidak dianjurkan untuk anak<18 tahun karena dinilai mengganggu pertumbuhan tulang). Penetuan Precription cost Normatif untuk DEMAM TIFOID: Berdasarkan Standar Penatalaksanaan untuk DEMAM TIFOID yang termuat dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor Hk.02.02/MENKES/514/2015 Tentang Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama, terutama pada point nomor 2 dan 3 didapatkan informasi bahwa terapi dengan obat dilakukan dengan Terapi simptomatik dan Terapi definitive. Terapi Definitive Terapi definitif dengan pemberian antibiotic. Berdasarkan FORNAS dan daftar obat E-Catalogue (laman e-catalogue LKPP-RI), obat pilihan untuk Terapi definitive pada lini pertama untuk demam tifoid adalah KLORAMFENIKOL, Ampisilin atau Amoksisilin (aman untuk penderita yang sedang hamil), atau Trimetroprim-sulfametoxazole (Kotrimoksazol). Terapi Simptomatik Terapi simptomatik ditujukan untuk menurunkan demam (antipiretik) dan mengurangi keluhan gastrointestinal. Berdasarkan FORNAS dan daftar obat E-Catalogue (laman ecatalogue LKPP-RI), obat pilihan untuk Terapi simptomatik untuk menurunkan demam (antipiretik) adalah PARASETAMOL, sedangkan Terapi simptomatik untuk mengurangi keluhan gastrointestinal adalah ANTASIDA. Dari keterangan diatas maka untuk penyakit dengan diagnose DEMAM TIFOID terdapat 3 jenis obat pilihan yaitu KLORAMFENIKOL, PARASETAMOL dan ANTASIDA. Sehingga nilai Precription cost Normatif adalah sebesar: Besaran tarif kapitasi yang diterima oleh FKTP dr.Aisyah dari BPJS Kesehatan setiap bulan sebesar Rp. 8.000,00Jumlah kepesertaan BPJS Kesehatan yang terdaftar di FKTP dr.Aisyah sebanyak 7.500 orang.Perhitungan perkiraan Kapitasi farmasi untuk apt.Abdullah (APOTEK Sehat Farma) yang menjadi jaringan FKTP dr.Aisyah untuk terapi kasus Demam Tifoid pada bulan depan sebesar: Jadi perkiraan Kapitasi farmasi untuk apt.Abdullah (APOTEK Sehat Farma) yang menjadi jaringan FKTP dr.Aisyah untuk terapi kasus Demam Tifoid pada bulan depan sebesar: 1,26 % dari besaran tariff kapitasi yang diterima oleh FKTP dr.Aisyah dari BPJS Kesehatan setiap bulan atau sebesar Rp. 107,23 yang teridi dari kapitasi jasa pelayanan apoteker sebesar Rp.6,67 dan kapitasi komponen obat sebesar Rp. 100,56. Adapun perkiraan besaran minimal anggaran pengadaan obat yang harus disiapkan oleh apt.Abdullah guna melayanai pasien dengan diangnosa deman tifoid bulan depan sebesar Rp. 100,56 x 7.500 orang = Rp.754.200,00. |
Prose perhitunganKapitasi farmasi untuk APOTEK yang menjadi jaringan FKTP seperti diuraikan diatas saat ini dapat dengan mudah dilakukan menggunakan Aplikasi Androids Kalkulator Kapitasi Komponen Obat FKTP dengan tampilan seperti terlihat pada gambar 3. Sehingga proses perhitungan perkiraan Kapitasi farmasi untuk APOTEK yang menjadi jaringan FKTP dapat dihitung bersama-sama antara apoteker praktik (mandiri) sebagai pemberi layanan kefarmasian dan praktik dokter, praktik dokter gigi, dan praktik dokter layanan primer sebagai Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP).
Gambar .3 Tampilan Aplikasi Androids Kalkulator Kapitasi Komponen Obat FKTP
C. apoteker praktik (mandiri) dan FKTP
Dengan memperhatikan ulasan diatas, sudah seharusnya apoteker praktik (mandiri) di APOTEK merubah mind set dan berani untuk mengambil resiko dengan perubahan konsep ini agar dapat terus bertahan didalam system pelayanan kesehatan primer JKN.
apoteker praktik (mandiri) di APOTEK baik sebagai apoteker pemegang SIA maupun sebagai apoteker pemegang SIA sekaligus sebagai PSA harus tampil menjadi seorang professional yang melakukan kerjasama dengan FKTP (praktik dokter, praktik dokter gigi, dan praktik dokter layanan primer) dalam suasana kesetaraan dengan konsep perjajian kerjasama dengan system sharing resiko melalui Kapitasi farmasi untuk APOTEK yang menjadi jaringan FKTP.
Adapun konsep operasional antara apoteker praktik (mandiri) dan FKTP (praktik dokter, praktik dokter gigi, dan praktik dokter layanan primer) dapat dilihat pada gambar 4.
Gambar. 4 Konsep operasional antara apoteker praktik (mandiri) dan FKTP (praktik dokter, praktik dokter gigi, dan praktik dokter layanan primer)
Demikianlah sedikit pandangan saya terkait Positioning apoteker praktik (mandiri) dalam Sistem Pelayanan Kesehatan Primer Pada Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) berdasarkan telaah Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2021 Tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 71 Tahun 2013 Tentang Pelayanan Kesehatan Pada Jaminan Kesehatan Nasional. Semoga dapat sdikit memberikan persepsi yang agak berbeda dan bisa menjadi pertimbangan bagi teman sejawat yang kebetulan praktek secara mandiri di APOTEK.
Daftar Pustaka
- Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)
- Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Pelaksana Jaminan Sosial (BPJS)
- Kemenkes RI, 2013. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 2013 Tentang Standar Tarif Pelayanan Kesehatan Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Dan Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan Dalam Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan
- BPJS Kesehatan, 2015. Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan Nomor 2 Tahun 2015 Tentang Norma Penetapan Besaran Kapitasi Dan Pembayaran Kapitasi Berbasis Pemenuhan Komitmen Pelayanan Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
- Kemenkes RI, 2015. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor Hk.02.02/MENKES/514/2015 Tentang Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama
- Sudarsono., 2016. “Identifikasi Drug Related Problems Dan Analisis Nilai Prescription Cost Dan Persentase Komponen Obat Dalam Besaran Tarif Kapitasipuskesmas Di Kota Pangkalpinang”,. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
- Kemenkes RI, 2018. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2018 Tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik Sektor Kesehatan
- Kemenkes RI, 2021. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2021 Tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 71 Tahun 2013 Tentang Pelayanan Kesehatan Pada Jaminan Kesehatan Nasional.
Penulis : Oleh: apt. Sudarsono, M.Sc
Selengkapnya :