GudangIlmuFarmasi – Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (Kementrian RI) merilis buku pedoman Pelayanan Kefarmasian pada Diabetes Melitus tahun 2019.
Kata Pengantar
Direktur Pelayanan Kefarmasian, Dita Novianti, menjelaskan bahwa pedoman ini memuat mengenai patofisiologi, klasifikasi, diagnosis, komplikasi, penatalaksanaan Diabetes Melitus terkait farmakoterapi dan non terapi serta pelayanan Farmasi Klinik dalam penatalaksanaan Diabetes Melitus.
Pedoman ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi apoteker di fasilitas pelayanan kesehatan dalam melaksanakan pelayanan kefarmasian pada pasien Diabetes Mellitus. Apoteker terlibat langsung pada terapi pasien diabetes melitus untuk memberikan solusi dalam deteksi dini guna mengidentifikasi dan mencegah masalah terapi obat.
Kami menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah memberikan kontribusi dalam penyusunan pedoman ini. Saran serta kritik membangun tentu sangat kami harapkan untuk penyempurnaan dan perbaikan di masa mendatang.
Akhir kata, semoga buku ini dapat bermanfaat bagi apoteker dalam melaksanakan pelayanan kefarmasian untuk pasien penyakit Diabetes Melitus.
Latar belakang
Saat ini penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan angka insidensi dan prevalensi Diabetes Melitus tipe-2 di berbagai penjuru dunia. Badan Kesehatan Dunia (WHO) memprediksi adanya peningkatan jumlah penyandang Diabetes Melitus yang menjadi salah satu ancaman kesehatan global.
WHO memprediksi kenaikan jumlah penyandang Diabetes Melitus di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030.
Laporan ini menunjukkan adanya peningkatan jumlah penyandang DM sebanyak 2-3 kali lipat pada tahun 2035 [1]. Laporan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 oleh Kementerian Kesehatan menunjukan bahwa prevalensi diabetes mellitus di Indonesia mengalami peningkatan dari 1,5% (2013) menjadi 2,0% (2018) berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk umur ≥ 15 tahun. Prevalensi diabetes berdasarkan pemeriksaan darah pada penduduk umur ≥ 15 tahun terjadi peningkatan dari 6,9% (2013) menjadi 8,5% (2018) [2].
Selama dua dekade terakhir ini, telah terjadi transisi epidemiologis yang signifikan, penyakit tidak menular telah menjadi beban utama, meskipun beban penyakit menular masih berat juga. Indonesia sedang mengalami double burden penyakit, yaitu penyakit tidak menular dan penyakit menular sekaligus. Penyakit tidak menular meliputi hipertensi, diabetes melitus, kanker dan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK).
Penanganan penyakit diabetes dengan cara pendekatan pasien memerlukan kolaborasi tenaga kesehatan, dalam hal ini dokter sebagai penentu diagnosis, apoteker mendampingi, memberikan konseling dan bekerja sama erat dengan pasien, khususnya dalam terapi obat merupakan salah satu tugas profesi kefarmasian. Membantu pasien menyesuaikan pola diet sebagaimana yang disarankan ahli gizi, mencegah dan mengendalikan komplikasi yang mungkin timbul, mencegah dan mengendalikan efek samping obat, memberikan rekomendasi penyesuaian rejimen dan dosis obat yang harus dikonsumsi pasien bersama-sama dengan dokter yang merawat pasien, yang kemungkinan dapat berubah dari waktu ke waktu sesuai dengan kondisi pasien, merupakan peran yang sangat sesuai dengan kompetensi dan tugas seorang apoteker.
Demikian pula apoteker dapat juga memberikan tambahan ilmu pengetahuan kepada pasien tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan kondisi dan pengelolaan diabetes, mulai dari pengetahuan tentang etiologi dan patofisiologi diabetes sampai dengan farmakoterapi dan pencegahan komplikasi yang semuanya dapat diberikan dengan bahasa yang mudah dipahami, disesuaikan dengan tingkat pendidikan dan kondisi pasien.
Latar belakang
Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.
Selengkapnya :